Anggota Fraksi PKS Ingin RKUHP Disahkan DPR Periode Ini

CNN Indonesia
Jumat, 27 Sep 2019 01:23 WIB
Meskipun meminta RKUHP tetap disahkan DPR periode ini, anggota fraksi PKS Al Muzzamil meminta pasal penghinaan presiden dihapuskan dari RUU tersebut.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf menyatakan pihaknya tetap mengusulkan agar Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat disahkan dalam sisa masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019.

Usul itu ia katakan saat digelarnya rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (26/9) siang.

Muzzamil menjelaskan alasan pihaknya tetap pada keyakinan tersebut karena Indonesia harus memiliki KUHP produk sendiri. Ia mengatakan selama 100 tahun lebih memakai KUHP produk kolonial Belanda yang berlaku sejak 1 Januari 1918.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"RKUHP yang sudah dibahas dengan DPR dan pemerintah seluruh fraksi, kita sahkan periode ini sebagai bagian dari suksesnya reformasi hukum kita mengakhiri penjajahan asing dalam bentuk perundang-undangan lebih dari 1 abad," kata Muzzammil.

Masa jabatan DPR Periode 2014-2019 akan berakhir pada 30 September 2019 mendatang. Pada saat itu, DPR periode ini dijadwalkan kembali menggelar rapat paripurna untuk terakhir kalinya.

Selain itu, Muzzammil turut mengusulkan agar pasal penghinaan terhadap presiden untuk dihapuskan pula dari dalam RKUHP yang belakangan ini ditunda pengesahannya oleh DPR.

"Fraksi PKS mengusulkan, terkait RKUHP pasal 218, 219, 220 penyerangan kehormatan dan hak martabat presiden wakil presiden dicabut," kata Muzzammil.

Lebih lanjut, Muzzammil menegaskan pasal tersebut sudah bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah membatalkannya. Ia menyebut pasal itu memiliki ketidakpastian hukum karena sangat multitafsir.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP.

"Ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena sangat rentan pada tafsir apakah suatu protes pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden," kata Muzzammil.

Tak hanya itu, Muzzammil mengatakan pasal tersebut sangat berbahaya bagi kebebasan pers. Menurutnya, sudah sepatutnya presiden bisa dikritisi dan dikoreksi pelbagai kebijakannya oleh warga negara agar tak menimbulkan kekuasaan yang absolut nan otoriter.

"Sakralisasi terhadap institusi kepresidenan yang disebut power tend to corrupt, absolut power corrupt absolutely. Kekuasaan dikorupsi dengan semena-mena," kata dia

RKUHP merupakan rancangan undang-undang inisiatif pemerintah. Berkaca pada resistensi publik terhadap sejumlah pasal kontroversial di dalamnya, Presiden RI Joko Widodo telah mengusulkan agar RKUHP tak disahkan DPR periode ini.

Sementara itu, aksi menolak pengesahan RKUHP semakin intens terjadi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Jakarta dengan mengambil titik di depan kompleks parlemen sejak awal pekan ini. Aksi yang digalang para mahasiswa dan pegiat itu meluas dan tak hanya menolak RKUHP saja, karena mereka pun menolak RUU kontroversial lain serta menuntut pembatalan revisi UU KPK.

[Gambas:Video CNN] (rzr/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER