Kursi Panas Ketua DPR, Satu Periode Tiga Pergantian

Martahan Sohuturon | CNN Indonesia
Senin, 30 Sep 2019 10:56 WIB
Tiga nama politikus mengisi pucuk kursi DPR periode 2014-2019; Setya Novanto, Ade Komarudin, dan Bambang Soesatyo.
Ade Komarudin (kiri) dan Bambang Soesatyo sama-sama pernah menjadi Ketua DPR periode 2014-2019. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perjalanan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014-2019 diwarnai tiga kali pergantian di pucuk kursi pimpinan. Tiga nama politikus Partai Golkar yakni Setya Novanto, Ade Komarudin, dan Bambang Soesatyo menduduki jabatan tersebut. 

Novanto atau akrab disapa Setnov menjadi sosok pertama yang memegang tongkat Ketua DPR periode 2014-2019. Ia terpilih lewat paket pimpinan DPR yang diajukan Koalisi Merah Putih bersama Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan pada 2 Oktober 2014.

Namun jabatan tersebut hanya bertahan sekitar 15 bulan. Setnov mengundurkan diri dari jabatannya setelah tersandung kasus 'Papa Minta Saham'. Posisinya kemudian digantikan oleh rekannya, Ade atau yang akrab disapa Akom pada 11 Januari 2016.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus 'Papa Minta Saham' merujuk pada dugaan Setnov mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf kalla untuk meminta imbalan saham terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.


Di tangan Akom, jabatan Ketua DPR pun tidak bertahan lama. Setnov berhasil merebut kembali jabatan itu pada 30 November 2016. Pergantian Ketua DPR itu dilakukan berdasarkan putusan Rapat Pleno DPP Golkar, beberapa hari sebelumnya.

Menjadi Ketua DPR untuk kedua kali tak lantas membuat Setnov bisa memangku jabatan tersebut hingga akhir periode. Dia kembali harus menanggalkan jabatan Ketua DPR setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP), akhir 2017.

Bambang Soesatyo atau yang dikenal dengan panggilan Bamsoet resmi menggantikan Setnov pada 15 Januari 2018. Perjalanan Bamsoet sebagai Ketua DPR berjalan 'mulus' hingga akhir masa tugas.

Setnov Paling Kontroversial

Di antara tiga sosok Ketua DPR dari Partai Golkar, Setnov paling kontroversial. Sejumlah kebijakan yang memicu polemik kerap muncul selama kepemimpinannya.

Beberapa kebijakan kontroversial itu antara lain mengusulkan kembali proyek pembangunan gedung baru DPR yang sempat ditolak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ide itu tak terlaksana lantaran pemerintah sedang menghemat anggaran.

Pria tertampan se-Surabaya 1975 ini juga pernah meminta agar seluruh anggota DPR mendapatkan paspor diplomatik, yaitu paspor dengan kekebalan hukum di luar negeri. Usul Setnov kembali ditolak, kali ini oleh Kementerian Luar Negeri dengan alasan anggota DPR tak memenuhi persyaratan sebagai penerima paspor diplomatik.

LIPSUS DPR IX EMBARGOTerpidana kasus korupsi Setya Novanto dua kali mencicipi kursi Ketua DPR periode 2014-2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Kontroversi dari DPR di masa Setnov berlanjut. Dia sempat mengusulkan program dana aspirasi bagi setiap anggota DPR yang diperuntukkan untuk daerah pemilihan. Kementerian Keuangan menolak wacana dana Rp11,2 triliun itu karena tak sesuai dengan skema yang ada.

Selain itu, Setnov juga kerap menginisiasi studi banding ke luar negeri. September tahun lalu, Setnov menghadiri kampanye calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Atas pertemuan itu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menilai Setnov melakukan pelanggaran etik.


Di era Akom, tak banyak kebijakan-kebijakan yang menuai kontroversi. Mungkin saja ini disebabkan oleh masa jabatan Akom sebagai Ketua DPR yang tidak terlalu lama.

Beberapa kebijakan Akom yang sempat menjadi sorotan adalah langkahnya memperjuangkan proyek pembangunan perpustakaan umum parlemen dan penolakan terhadap pengadaan tes urine bagi anggota DPR.

Selain itu, kebijakan Akom selama menjabat Ketua DPR ialah mempersingkat waktu reses anggota dewan.

Pengaruhi Kinerja DPR

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan pergantian Ketua DPR hingga tiga kali ini mempengaruhi kinerja DPR periode 2014-2019.

Pergantian itu tak hanya menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Lucius bilang pergantian itu menghambat sejumlah agenda yang seharusnya dibawa ke dalam rapat paripurna.

"Gonta-ganti berdampak pada ritme kerja yang jadi terganggu sehingga agendanya secara umum berantakan. Pasti ada dampaknya," ucap dia.

Lucius menuturkan bahwa Setnov, Akom, dan Bamsoet senantiasa menyampaikan target rancangan regulasi yang ingin diselesaikan dalam setiap pidato pembukaan masa sidang. Namun, ia menyoroti karakter kepemimpinan Setnov.
LIPSUS DPR IX EMBARGOPolitikus Golkar Ade Komarudin sempat menjadi Ketua DPR menggantikan Setya Novanto. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Menurutnya, Setnov sosok penuh kontroversi dan memiliki masalah integritas. Dua hal tersebut membuat Setnov kesulitan dalam mengoordinasikan alat kelengkapan dewan di DPR.

"Koordinasi dengan alat kelengkapan dewan tidak terlihat, itu terjadi tiga orang ini. (Setnov) fungsi koordinasi lemah, bisa terjadi karena punya masalah pada dirinya karena integritas dirinya sulit hadirkan wibawa," ujar dia.

Pernyataan Lucius dibantah oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia mengklaim tiga kali pergantian Ketua DPR tidak mempengaruhi kinerja DPR.


Menurutnya, DPR selalu bekerja atas dasar politik dan tergantung dengan pemerintah.

"Kinerja DPR adalah kinerja politik. DPR itu bekerjanya aksi-reaksi, undang-undang itu menyuruhnya DPR mengawasi pemerintah, bikin undang-undang dengan pemerintah, (dan) membahas anggaran sama pemerintah," kata Fahri saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pergantian Ketua DPR yang terjadi hingga tiga kali di periode ini merupakan buah dari sistem pemilihan pimpinan DPR yang diberlakukan dalam bentuk paket.

[Gambas:Video CNN]

Politikus itu mengatakan sistem pemilihan tersebut membuat pergantian Ketua DPR tak bisa terhindarkan karena elemen-elemen koalisi partai politik di dalamnya bergerak secara dinamis.

"Dengan sistem paket, dipaket lalu dipilih oleh paripurna sehingga di dalamnya itu ada elemen-elemen koalisi dari awal yang dinamis begitu," ucapnya.

Selain itu, lanjutnya, dinamika yang terjadi di Partai Golkar beberapa tahun terakhir ikut ambil bagian dari pergantian Ketua DPR hingga tiga kali ini.

"Golkar sebagai yang mendapatkan posisi ketua memiliki dinamika partai yang paling tinggi, ya, di masa yang lalu, pergantian ketuanya paling sering ketua umumnya dan itu terbawa begitu," tutur Fahri. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER