Jakarta, CNN Indonesia --
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan pihaknya bakal langsung membubarkan aksi unjuk rasa saat
pelantikan presiden-wakil presiden jika berpotensi berujung kerusuhan. Menurutnya itu perlu dilakukan sejak dini daripada aksi demonstrasi kepalang berubah menjadi anarki.
Pelantikan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai presiden-wakil presiden bakal dihelat di Gedung MPR, Jakarta pada Minggu (20/10).
"Kami lihat ini akan potensinya tidak aman, kami tidak akan terbitkan (surat tanda terima pemberitahuan), sehingga bila tetap dilakukan kami akan bubarkan dulu sebelum dia berubah dari
crowd menjadi anarki," ujar Tito di Monas, Jakarta, Kamis (17/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, nama baik Indonesia akan tercoreng di mata internasional jika acara tersebut diwarnai kekacauan.
Oleh karena itu, Tito tidak mau mengambil risiko. Dia tidak mau terjadi kekacauan saat pelantikan presiden-wakil presiden dilaksanakan.
Terlebih, informasi dari intelijen juga menyatakan ada potensi aksi unjuk rasa berujung anarkis. Maka tindakan pencegahan akan dilakukan sejak dini jika diperlukan.
"Kalau kami dari intelijen sudah memahami bahwa akan terjadi potensi aksi anarkis, ya masa didiamkan, masa kita reaktif baru menindak, salah lagi," ujar Tito.
Tito berkaca pada demonstrasi yang digelar di sekitar Gedung DPR/MPR pada akhir September lalu. Kala itu, aksi unjuk rasa yang mulanya berjalan damai berujung rusuh.
Sejumlah fasilitas umum rusak. Lalu lintas pun terganggu di sejumlah titik. Tito tidak ingin itu kembali terjadi saat pelantikan presiden-wakil presiden dihelat.
"Kalau demonya aman-aman saja kami
no problem, tapi ini demonya belakangan kami melihat, mohon maaf ada yang idealisme, ada juga pihak-pihak tertentu yang memanfaakan ini untuk kepentingan tersendiri," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]Bukan berarti Tito melarang unjuk rasa. Dia mengatakan unjuk rasa boleh dilakukan asal tidak melanggar ketentuan dalam Pasal 6 UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
Ada lima hal yang wajib dipatuhi oleh pengunjuk rasa, yakni menghormati hak-hak orang lain; menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Jika ada ketentuan yang dilanggar, Kepolisian baru akan membubarkan unjuk rasa. Bahkan bisa menindak tegas jika ada yang memberikan perlawanan saat dibubarkan.
"Jadi, misalnya dari petugas minta agar saudara-saudara membubarkan diri, tiga kali diperingatkan tidak bubar, itu sudah pelanggaran pasal 218 KUHP. Meskipun ringan ancaman hukumannya, tapi tetap itu ada proses hukumnya," ujarnya.
(jps/bmw)