Komnas HAM: Oknum Polri Tak Manusiawi Kawal Aksi 21-23 Mei

CNN Indonesia
Selasa, 29 Okt 2019 05:42 WIB
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebut personel polisi tak bisa mengontrol emosi lantaran kelelahan 2 hari mengawal aksi unjuk rasa tanpa henti.
Komnas HAM sebut Kepolisian tak manusiawi tangani unjuk rasa dan kerusuhan 21-22 Mei lalu(CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komnas HAM menyatakan sejumlah personel Kepolisian melakukan tindakan penyiksaan, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia saat mengamankan aksi massa pada 21-23 Mei 2019. Kala itu, massa menggelar unjuk rasa sekitar gedung Bawaslu, lalu meluas hingga wilayah lain.

Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan temuan itu merupakan hasil investigasi Tim Pencari Fakta Komnas HAM atas peristiwa 21-23 Mei 2019.

"TPF Komnas HAM menemukan bahwa telah terjadi penyiksaan dan perlakukan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia yang dilakukan oleh oknum Polri," ujar Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beka menuturkan tindakan oknum Polri dalam peristiwa kekerasan yang dialami oleh masyarakat termasuk dalam penggunaan tindakan berlebih atau excessive use of force. Tindakan itu, lanjut Beka, terjadi pada saat penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan.

Bahkan, ia berkata tindakan kekerasan dialami pula oleh mereka yang tidak ikut melakukan aksi unjuk rasa dan kerusuhan.

Salah satu fakta kekerasan yang dilakukan oleh oknum Polri, kata Beka, terjadi Jalan Kota Bambu Utara I, Jakarta Barat. TPF Komnas HAM mengatakan seorang pria berinisial BG diseret dan dianiaya di lokasi itu.

Selain itu, ia berkata seseorang lain yang tak disebutkan namanya telah dianiaya dan dikeroyok oleh oknum Brimob Polri di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebut personel polisi tak bisa mengendalikan emosi saat kerusuhan 21-22 meiKomisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebut personel polisi tak bisa mengendalikan emosi saat kerusuhan 21-22 Mei (CNN Indonesia/Safir Makki)
"Kekerasan oleh anggota atau pasukan Polri juga menimpa anak-anak yang juga menjadi peserta aksi yang mengaku telah dikeroyok, dipukul, dan ditendang ketika hendak ditangkap, ditahan, dan diperiksa," ujarnya.

Beka mengatakan personel Polri yang bertugas saat itu tidak mampu mengendalikan emosi sehingga berujung tindakan kekerasan terhadap massa. Emosi yang tak terkendali itu akibat dari kelelahan berlebih para personel karena mengamankan unjuk rasa selama dua malam berturut-turut.
[Gambas:Video CNN]
Tak hanya itu, cedera akibat lemparan batu, kembang api, atau panah beracun yang dilontarkan massa juga menjadi penyebab emosi personel Polri tak terkendali. Personel Polri semakin meletup ketika terjadi perusakan Asrama Polri Petamburan oleh massa.

"Prosedur lintas ganti untuk memastikan kondisi psikis dan jasmani pasukan Polri tidak berjalan sebagaimana mestinya karena keterbatasan pasukan pengganti," ujar Beka.

Terkait hal itu, Beka mengatakan tindakan kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan personel Polri tidak selaras dengan prinsip dan norma HAM yang diatur dalam UU HAM dan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009.

"Oleh karena itu, pimpinan Polri harus mengambil tindakan hukum atas semua peristiwa kekerasan tersebut," ujarnya.

Lebih dari itu, ia menyebut TPF Komnas HAM merekomendasikan Kapolri untuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas anak buahnya dalam menangani aksi demonstrasi dan kerusuhan massa.

"Sehingga mampu mencegah terjadinya pelanggaran HAM," ujarnya.
(jps/bmw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER