Palembang, CNN Indonesia -- Warga di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Patah melakukan antisipasi risiko
harimau yang turun ke pemukiman dengan memasang jebakan.
Jebakan itu dipasang warga Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti Pumi, Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan. Jika ada yang terjerat, harimau itu nantinya akan dievakuasi kembali.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Lahat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Martialis Puspito mengatakan saat ini masyarakat sudah memasang satu kandang jebak buatan dari bahan kawat dan batang kayu. Di dalam kandang jebak itu ditaruh umpan untuk memancing harimau tersebut masuk ke dalam kandang. Pihaknya akan menambah satu lagi kandang jebak untuk upaya evakuasi Harimau Sumatra tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kandang ini bersifat sementara sambil menunggu tim evakuasi beserta peralatan evakuasi termasuk kandang yang sedang dalam perjalanan dari Palembang. Jadi total ada 2 kandang. Nanti dikasih umpan setelah masuk harimau langsung kami evakuasi, kami imbau masyarakat jangan sampai satwa terbunuh," kata pria yang akrab disapa Ito itu, Selasa (19/11).
Ito mengatakan pihaknya saat ini tengah sosialisasi bersama instansi terkait lain seperti Koramil Tanjung Sakti, kepala desa, tokoh, serta masyarakat umum di Desa Pulau Panas.
Masyarakat diimbau untuk mengurangi aktivitas di kebun karena harimau dikhawatirkan masih berkeliaran di kawasan tersebut. Selain itu, mereka juga diminta tidak melakukan aktivitas yang mengganggu habitat harimau dan hutan secara umum.
Ito pun mengimbau bila warga menemukan tanda-tanda harimau seperti jejak, diminta segera melapor ke pihak berwenang.
"Alam itu sebuah keseimbangan. Korban petani yang tewas kemarin diserang saat sedang menebang pohon dengan
chainsaw. Harimau itu pun sempat menggigit
chainsaw-nya. Sebagai manusia kita harus bijak menyikapi," ujar Ito.
Pihaknya pun akan berkoordinasi dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gunung Patah yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan untuk pemasangan
camera trap serta terkait evakuasi harimau nantinya.
 Harimau Sumatra (panthera tigris sumatrae). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean) |
Habitat RusakSementara itu, Kepala BKSDA Sumatera Selatan Genman Suhefti Hasibuan menduga hewan predator tersebut menjelajah hingga dekat pemukiman warga diduga akibat kerusakan habitat.
Selain itu, ia mengatakan kemarau panjang yang terjadi di Sumatera Selatan beberapa bulan ke belakang pun bisa membuat ketersediaan air di habitat asli Harimau Sumatra tersebut menurun.
"Istilahnya itu disorientasi, kesasar. Manusia saja bisa kesasar. Bisa saja harimau itu keluar dari habitatnya karena mencari penyelamatan diri, survive. Air di habitatnya terbatas sehingga dia mencari air," ujar Genman, Selasa.
Selain kekeringan, faktor pemicu keluarnya satwa dilindungi karena hampir punah tersebut bisa juga disebabkan karena adanya gangguan di habitat aslinya. Gangguan tersebut, kata Genman, merupakan faktor eksternal seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pembalakan liar, perburuan, perambahan, serta alih fungsi lahan. Namun, pihaknya belum bisa memastikan apa yang benar-benar menyebabkan satwa liar tersebut keluar dari habitatnya. Petugas di lapangan, kata dia, membuat kajian terkait seluruh detail dan kepastian lokasi kejadiannya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hairul Sobri menilai harimau tidak akan turun ke pemukiman warga bila habitatnya tidak rusak.
Ia mengatakan untuk lokasi penyerangan pertama yang terjadi di Gunung Dempo, Kota Pagaralam, habitat Harimau Sumatra rusak akibat perkebunan teh PTPN VII seluas 620 hektare. Sementara di habitat kedua yakni di Lahat, pertambangan batu bara yang sangat masif membuat harimau dan satwa liar lain seperti gajah terdesak.
 Harimau Sumatra (Panthera tigris), berada dalam kerangkeng perangkap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). (ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi) |
Hairul pun meminta masyarakat lokal tak serta merta disalahkan atas kerusakan habitat harimau. Hairul mengungkapkan masyarakat adat lokal memiliki kearifan lokal yang berkaitan erat pelestarian lingkungan hidup. Bahkan masyarakat lokal menganggap harimau dan satwa liar lain adalah
puyang atau nenek moyang mereka yang perlu dihargai dan dihormati.
"Masyarakat lokal menganggap harimau itu
puyang. Mereka menghargai dan menghormatinya dengan cara tidak merusak alam. Seluruh aktivitas masyarakat berorientasi kepada lingkungan sehingga masih bisa dilestarikan. Tapi kerusakan lingkungan terjadi sebab kebijakan pemerintah yang orientasi utamanya adalah ekonomi, harimau jadi harus beradaptasi dengan kondisi tersebut. Itu butuh waktu lama," kata dia.
[Gambas:Video CNN]Eksploitasi sumber daya alam yang sangat masif tersebut menyebabkan bencana ekologi yang berdampak langsung terhadap konflik antara satwa dan manusia. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah melakukan proses pembangunan dengan mengacu kepada kepentingan lingkungan, bukan hanya kepentingan ekonomis saja.
Sering kali penolakan masyarakat adat lokal terhadap pembangunan yang sudah menyentuh ke desa-desa diakibatkan akan mengganggu kearifan lokal yang sudah dijaga masyarakat secara turun-temurun tersebut.
"Investasi itu berbanding lurus dengan konflik, baik dengan manusia ataupun dengan satwa liar. Penting untuk pemerintah mengedepankan aspek lingkungan dalam perumusan kebijakan. Kalau tidak, kerugian akan lebih besar dari keuntungan yang diterima karena dana penanggulangan akibat bencana ekologis pun akan menghabiskan dana yang tidak sedikit," ujar Hairul.
(idz/kid)