ANALISIS

Kritik untuk Anies dan Pemanasan Awal Pilpres 2024

CNN Indonesia
Kamis, 28 Nov 2019 18:17 WIB
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai sosok potensial di Pilres 2024. Pengamat menilai, kritik terhadap Anies bisa jadi upaya untuk menjegal sejak awal.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jadi salah satu sosok yang potensial maju di Pilpres 2024 berdasarkan survei. (CNN Indonesia/Hesti Rika).
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian secara terbuka di hadapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyindir Jakarta tak ubahnya seperti kampung. Tito menilai kesemrawutan tata kota Jakarta tak ada apa-apanya dibanding dua kota di China, yakni Beijing atau Shanghai.

Perkembangan transportasi dan kebersihan lingkungan Jakarta juga menjadi persoalan yang tak kunjung mampu di atasi.

Anies pun membalas sentilan Tito. Kata eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, kemajuan kota Beijing dan Shanghai tak terjadi dalam semalam. Kemajuan yang dialami oleh Beijing dan Shanghai merupakan hasil transformasi China yang dilakukan sejak beberapa dekade lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sindiran Tito itu dinilai bermuatan politik. Seperti dikatakan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin bahwa Tito sudah menjadi pejabat politik di mana setiap komentarnya bermuatan politis.

"Pernyataan Pak Tito terhadap Pak Anies bisa saja motifnya politik. Karena bagaimanapun Pak Tito hari ini sudah menjadi pejabat politik," ujar Ujang kepada CNNIndonesia.com, Rabu (27/11).

Ujang menuturkan muatan politik di balik komentar Tito diduga terkait dengan potensi Anies jadi salah satu capres dan cawapres potensial di 2024. Dia menilai Anies berupaya dijegal di tengah jalan lewat berbagai kritik negatif agar popularitas atau elektabilitasnya memudar pada 2024 mendatang.

Hasil survei Indo Barometer mencatat Anies menjadi kandidiat capres terkuat dari unsur kepala daerah pada Pilpres 2024. Anies mengungguli koleganya di jajaran kepala daerah seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah.

Berdasarkan hal itu, Ujang menduga ada upaya sistematis terhadap Anies. Upaya itu tak hanya bisa dilihat dari sindiran Tito semata, tapi juga manuver Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan parpol oposisi di DPRD DKI yang berusaha menggembosi Anies.

"Lalu juga adanya kebijakan pemerintah yang tidak Pro Anies, misalkan terkait dengan pemindahan ibu kota. Lalu juga terkait dengan pilkada serentak tidak ada di 2022," ujarnya.

Diketahui pilkada serentak dilakukan pada 2020. Sementara gelaran selanjutnya digelar pada 2024 bersamaan Pilpres dan Pileg.

Artinya ditengarai ada upaya menjegal Anies sedini mungkin lewat sistem. Mengingat masa jabatan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta akan habis pada 2022. Ujang menilai Anies bakal dibuat menganggur selama dua tahun menunggu Pilpres 2024.

"Kalau tidak menjabat sebagai gubernur, artinya dia posisinya akan lemah. Akan dikucilkan bersama-sama oleh pemerintah. kelihatannya arahnya seperti itu," ujar Ujang.

Lebih lanjut, Ujang menyampaikan serangan bertubi-tubi yang dilakukan terhadap Anies membuktikan bahwa politik tidak dilakukan secara serampangan. Dia menyebut serangan politik biasanya dilakukan secara sistematis, baik melalui partai, jabatan kenegaraan, hingga pihak ketiga.

"Itulah politik bisa terjadi kepada siapa saja ketika dia dianggap kuat," ujarnya.
Tito dan Upaya Pembusukan Sistematis Kepada AniesMendagri Tito Karnavian menyindir Anies Baswedan dengan menyebut Jakarta seperti kampung jika dibandingkan Shanghai. (CNN Indonesia/ Andry Novelino).

Ujang membenarkan Anies merupakan sosok potensial menjadi capres pada Pilpres 2024. Ia menilai Anies sosok intelek dan menjadi orang nomor satu di ibu kota Jakarta. Jika tidak ada upaya menghalau sejak dini, bukan tidak mungkin Anies menang Pilpres 2024.

"Ingat dalam sejarah republik ini, Gubernur Jakarta pernah ada yang jadi presiden yaitu Joko Widodo. Potensi yang besar itulah yang membuat lawan-lawannya harus membusuki Anis sejak dini agar sebelum pertarungan lemah lebih dahulu," ujar Ujang.

Adapun kebijakan Jokowi menempatkan Tito sebagai Mendagri, juga memiliki tujuan dan maksud tertentu. Dia menduga ada kemungkinan niat dari Jokowi atau pihak lain menjegal Anies lewat Tito.

Karenanya, Ujang menyarankan Anies tidak perlu merespon secara berlebihan serangan politik dari berbagai pihak. Anies harus tetap menunjukkan kinerjanya agar publik memberi penilaian baik.

"Ada juga serangan-serangan itu belum tentu negatif juga. Bisa jadi serangan itu menguntungkan Anies. Misal Anies terzalimi atau orang yang terzalimi. Jadi maknanya bisa dua, membusuki atau pihak yang terzalimi," ujarnya.

[Gambas:Video CNN]

Autokritik


Lain halnya dengan pandangan peneliti LIPI, Aisah Putri Zidni yang menilai pernyataan Tito bahwa Jakarta 'kampung' jika dibandingkan dengan Beijing dan Shanghai tidak sepenuhnya terkait dengan politik. Dia berkata pernyataan itu bisa dinilai sebagai autokritik bukan hanya untuk Anies, tapi juga bagi Tito selaku Mendagri dalam membenahi DKI Jakarta.

"Apa yang disampaikan Pak Tito tentu menjadi bahan evaluasi bagi dirinya sendiri sebagai mendagri yang memiliki fungsi pembinaan atas pembangunan daerah," ujar Aisah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/11).

Namun demikian, Putri mengingatkan dalam konteks politik terutama menjelang Pemilu 2024 bakal banyak nama muncul di dalam bursa capres-cawapres, termasuk nama Anies dan Tito. Namun tak dimungkiri bahwa banyak pihak akan berspekulasi melihat sentilan Tito ke Anies sebagai wujud kompetisi keduanya.

"Bisa saja demikian, tapi saya kira belum sejauh itu karena situasi politik menuju 2024 akan sangat dinamis sekali," ujarnya.

Meski demikian Putri membenarkan Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta memiliki peluang besar menjadi capres dan dilirik oleh parpol yang belum memiliki figur. Misalnya NasDem yang mulai mendekati Anies secara diam-diam.

Karena posisi itu, Anies akan menghadapi berbagai tantangan dari sejumlah pihak ke depan, baik berupa kritik atau keraguan atas kebijakan-kebijakannya di Jakarta.

"Hal ini bisa dijalankan atas dasar persaingan politik atau juga untuk menguji kapasitas Anies. Hal ini akan menentukan image Anies di mata publik dan tentunya menentukan apakah dia layak menjadi capres atau tidak," ujar Putri. (jps/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER