KPAI Sayangkan 2 Siswa SMP Enggan Hormat Bendera Dikeluarkan

CNN Indonesia
Kamis, 28 Nov 2019 16:33 WIB
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengkritisi keputusan mutasi dua siswa SMP di Kota Batam karena enggan melakukan hormat pada bendera saat upacara.
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (CNNIndonesia/M. Arby Rahmat Putratama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan dua siswa SMP di Kota Batam, Kepulauan Riau dikeluarkan dari sekolah karena enggan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara. KPAI juga berharap anak-anak tersebut tetap bisa bersekolah.

Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan dua anak tersebut harus tetap bersekolah demi kepentingan terbaik mereka.

"KPAI menyayangkan keputusan sekolah yang didukung oleh Dinas Pendidikan Kota Batam yang memutuskan memutasi dua siswa tersebut ke PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)," kata Retno dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keputusan memindahkan anak ke PKBM dinilainya bukan langkah tepat, kecuali memang atas keinginan mereka sendiri.   

"Anak harus didengar pendapatnya dan seharusnya sebelum keputusan memutasi," kata Retno.

Menurut Retno, suasana belajar antara sekolah dan PKBM berbeda sehingga secara psikologis bisa berdampak pada anak.

"Misalnya menjadi rendah diri dan kurang bersemangat belajar atau berprestasi," kata dia.

PKBM menurut Retno adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat untuk masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan. PKBM berada di bawah pengawasan dan bimbingan Dinas Pendidikan.

"Banyak orang tua dan anak menganggap bahwa PKBM bukanlah sekolah formal meskipun ujiannya kesetaraan, ijasahnya sama atau setara dengan sekolah formal," kata Retno. 


Selain itu, Retno pun menyoroti soal keputusan mengeluarkan yang diberikan itu apakah sudah sesuai dengan tata tertib sekolah dan ketentuan yang ada.

"Sekolah tidak bisa menghukum seorang siswa tanpa didasarkan pada aturan yang ada," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, Retno mengatakan dua siswa SMP yang tak mau hormat bendera tersebut tetap mengikuti upacara dengan cara berdiri tegap. Namun, dalam ajaran pemahaman kepercayaannya hormat kepada bendera adalah menyembah, sehingga si anak tetap upacara tetapi tidak ikut hormat kepada bendera.

Sekolah menurut Retno mengaku sudah dua tahun melakukan pembinaan. Namun kedua anak tersebut tidak berubah sehingga sekolah memutuskan untuk mengembalikan ke orangtua.

"Dinas Pendidikan Kota Batam kemudian memutasi kedua anak tersebut ke PKBM terdekat, keputusan diambil melalui rapat koordinasi antara Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah dan KPPAD (Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah) Batam dan Kepri," tutur Retno.

Oleh karena itu, sambung Retno, KPAI merekomendasikan agar ada tindak lanjut dari keputusan yang sudah diambil pihak Sekolah dan Dinas Pendidikan kota Batam.

"Sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Batam--misalnya melalui pengawas sekolah--harus lebih intensif dan maksimal lagi memberikan pengertian kepada keluarga dengan menggandeng kementerian agama, pemerintah daerah dan tokoh agama terkait," ujarnya.

Bukan Kasus Pertama

Retno menuturkan kasus siswa tidak mau hormat bendera di Batam itu bukanlah yang pertama. Ia mengatakan kasus serupa pernah terjadi juga tahun 2010 di NTT dan 2018 di Kalimantan Utara.

Pada 2018 di Kalimantan Utara, si anak tidak sekedar tidak mau upacara bendera dan hormat bendera, juga tidak ikut pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

"Bahkan kabarnya orangtua juga melarang si anak ikut pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), sehingga nilai Pkn tidak ada di rapor hasil belajar," katanya.

Pihak sekolah dan Dinas Pendidikan, kata Retno, kemudian bersedia menerima para siswa yang bersangkutan asal bersedia ikut upacara, hormat bendera, menyanyikan lagu Indonesia raya dan mengikuti pelajaran PKn. 

[Gambas:Video CNN]

Untuk kasus seperti ini, KPAI mendorong dimaksimalkannya upaya persuatif dan terencana antara Pemda bersama Kementerian Agama untuk melakukan intervensi berbasis keluarga, karena agama anak umumnya mengikuti agama atau kepercayaan orangtuanya.

"Hal ini untuk mencegah penyebaran keyakinan bahwa mengangkat tangan untuk hormat bendera berbeda dengan menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa. Upaya ini juga sekaligus mengedukasi orangtua dan masyarakat untuk menguatkan nilai-nilai kebangsaan," kata Retno.

(kid/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER