Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD mengklaim sudah tak pelanggaran Hak Asasi Manusia (
HAM) dilakukan pemerintah saat ini. Mahfud menyebut kejahatan yang termasuk kategori pelanggaran HAM hanya terjadi di masa lalu.
"Yang sekarang dari pemerintah ke rakyat itu tidak ada. Yang mana coba? Kalau dulu banyak, sekarang enggak ada," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/11).
Mahfud mengatakan yang terjadi saat ini adalah kejahatan antarwarga. Menurutnya, dalam terminologi hukum, kejahatan yang dilakukan masyarakat itu merupakan tindakan kriminal, bukan sebuah pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti orang membunuh orang, orang ngeroyok orang, itu kan namanya kriminal, bukan pelanggaran HAM," ujarnya.
Sementara itu, kata Mahfud, kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu memang melibatkan negara. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengakui kasus HAM masa lalu itu belum tuntas sampai pemerintahan hari ini.
"(Pelanggaran HAM) masa lalu itu lah yang saya anggap pelanggaran HAM terstruktur dari atas. Yang ini mau diselesaikan melalui KKR. Yang sisa-sisa lalu masih ada 12. Yang sekarang yang baru-baru, kan enggak ada," ujarnya.
Dalam momen Hari HAM sedunia, Mahfud menyatakan bahwa pemerintah terus melakukan pemenuhan kebutuhan HAM warga negara. Menurutnya, pemerintah telah menyediakan pendidikan, kesejahteraan, hingga infrastruktur.
"Nah itu kan dulu enggak dipikirkan, sekarang banyak. Sehingga kalau bicara HAM jangan soal tindakan kekerasan fisik apalagi dari negara terhadap rakyat. Kalau sekarang dari rakyat ke rakyat itu kriminal," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]Sebelumnya, secara terpisah, Amnesty International Indonesia mengirim ribuan kartu pos dan surat berisi berbagai curahan masyarakat dari seluruh wilayah Indonesia mengenai berbagai kasus pelanggaran HAM kepada Sekretariat Kabinet.
Kartu pos dan surat berisi pengalaman dugaan pelanggaran HAM yang dirasakan langsung masyarakat maupun kasus lain yang dinilai perlu lekas dituntaskan pemerintah. Salah satu isu terbanyak yang ditulis melalui surat adalah soal pengungkapan kasus Novel Baswedan.
Manajer Komunikasi Amnesty Internasional Sadika Hamid mengatakan sedikitnya ada 5.000 kartu pos dan surat. Semuanya dikumpulkan menjadi satu dan dikirim ke Sekretariat Kabinet Negara pada hari ini, Selasa (10/12).
"Kehendak publik agar negara bertindak tegas atas kasus HAM yang tercermin di kartus pos tersebut. Kartu itu digalang dalam kampanye bertajuk Aksi Penyerahan Pesan Perubahan (PENA), pesan perubahan," kata Sadika ditemui usai bertemu dengan perwakilan dari Sekretariat Kabinet Negara, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
(jps/ain)