LIPUTAN KHUSUS

Kisah Dwi, Korban Bom Thamrin yang Berdamai dengan Dendam

Ryan Hadi Suhendra | CNN Indonesia
Jumat, 27 Des 2019 11:54 WIB
Dwi Siti Rhomdoni mengalami patah tiga ruas tulang leher akibat teror bom Thamrin 2016. Kini dia adalah salah satu pengurus jaringan korban terorisme.
korban selamat bom Thamrin Wiki Siti Romdoni yang akrab disapa Dwiki saat diwawancara redaksi CNNIndonesia.com, Jakarta, 28 November 2019.(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Dwi Siti Rhomdoni mengatur posisi kaca mata yang sengaja ditaruh di kepalanya. Matanya terlihat memerah, lalu air perlahan 'mengalir' membasahi pipinya. Teringat sosok Ibunya di masa-masa sulit ketika menjadi korban teror bom Thamrin, perempuan yang karib disapa Dwiki itu tak mampu menyembunyikan emosinya. Sesekali air mata yang mulai deras ia seka dengan jilbab segiempat motif bunga yang dikenakannya.

Pada pertengahan 2017, Dwiki memutuskan untuk kembali bekerja. Akan tetapi, pekerjaan yang dilakukan tidak seperti waktu-waktu kala dirinya sehat.

Kehidupan 'baru' yang diakibatkan aksi teror melahirkan kebencian di hati Dwiki. Ia sangat mengutuk setiap pelaku teror. Bahkan, rasa itu sudah sampai tahap membutakan karena ia juga benci terhadap orang yang berjenggot dan bercelana cingkrang. Saat ditanya mengapa bisa sampai menilai itu, Dwiki menjawab tidak tahu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perjalanannya, Dwiki bergabung dengan Yayasan Penyintas Indonesia (YPI). Saat ini terdaftar di kepengurusan YPI sebagai Sekretaris Jenderal. Di YPI itu pula, Dwiki turut aktif membantu dan mendukung para korban maupun keluarga korban terorisme--termasuk yang baru diketahui sebagai korban belakangan.

Lewat fasilitator Aliansi Indonesia Damai (Aida), pada akhir 2017 Dwiki memutuskan untuk bertemu dengan napi terorisme. Langkah ini diambil karena ia mengaku tersadar menyimpan dendam terlalu lama membebani hati yang berdampak kepada kegelisahan menjalani hidup.

Ia bertemu dengan Kurnia Widodo, pembuat bom untuk teror di Cirebon, Jawa Barat. Hatinya saat itu masih diselimuti dendam. Murka. Matanya tak sedikit pun berpaling dari objek yang ada di hadapannya.

"Yang dilakukan Bapak itu sadar enggak sih salah?" kalimat pertama yang terlontar dari mulut Dwiki. Ia berujar saat itu suasana hatinya sedang tidak stabil.

"Yang membedakan saya dengan Anda hanya satu," lanjutnya.

Kurnia Widodo menjawab: "Apa tuh, Mbak?"

"Saya masih ingat. Dia nangis, saya juga nangis," kata Dwiki.

Ia berkata, "Anda mengucapkan Allahuakbar pada saat melakukan aksi [terorisme], saya dengan Allahuakbar pada saat dokter bilang saya patah tulang leher belakang."

Namun pertemuan tersebut tidak lantas membuat Dwiki berlapang hati. Kata dia, butuh waktu untuk benar-benar memaafkan.

"Waktu itu saya belum memaafkan karena masih benci. Itu kegiatan sudah berlalu, sudah hampir 1 tahun," ujarnya.

LIPSUS KORBAN TERORIS 3-Korban Bom ThamrinKorban bom Thamrin 2016, Dwi Siti Rhomdoni, kini menjadi pengurus jaringan korban terorisme, Yayasan Penyintas Indonesia (YPI). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Peristiwa Spiritual untuk Pemulihan Psikis

Ada satu kejadian yang benar-benar membuat Dwiki ikhlas menerima apa yang telah menjadi takdirnya. Ia bisa berdamai dengan diri sendiri dan memaafkan pelaku terorisme. "Saya nyebutnya spiritual, ya," tandasnya.

Sebelumnya ia berujar kalau pingsan atau tak sadarkan diri adalah hal biasa. Namun, peristiwa saat malam takbir tahun 2019, berbeda.

Dwiki bercerita bahwa dia mengalami sesuatu yang hanya dimengerti olehnya. Ia bertutur:

"Pada saat saya sudah rebahan di situlah kayak saya berada di dunia antah berantah, antara hidup dan mati beneran. Menurut saya. Karena saya ada di situasi yang kondisi, pun cuaca panas. Sudah mana banyak teriakan, banyak minta tolong, terus bau amis. Saya pikir ini neraka kayaknya nih. Saya cuma berdoa, wah jangan sampai saya masuk neraka ya, Allah. Masih banyak yang harus saya kerjakan," demikian komunikasi intrapersonal yang diingat Dwiki.

Mengalami situasi itu, ia teringat terhadap Ibunya. Kemudian:

"Tiba-tiba saya ada di kondisi yang sejuk, banyak angin, terus ada air gemericik, terus ada wangi parfum kayak parfum bangsawan arab. Wah, ini surga nih. Kalau surga sih Alhamdulillah, tapi masa iya saya mati sekarang, kasian Ibu saya. Gimana nih kehidupan Ibu selanjutnya, wah kasian banget. Masa iya saya mati enggak ninggalin apa-apa juga. Tiba-tiba saya ditarik lagi ke kondisi kayak semacam aurora gitu. Saya pikir ini kondisi apa lagi. Ada satu celah, ada suara azan gitu, ya, saya ikuti jalan ke sana, tiba-tiba pas saya bangun saya sudah di rumah sakit," tuturnya menceritakan kembali komunikasi intrapersonalnya kala itu.

LIPSUS KORBAN TERORIS 4-Dwiki Korban Bom ThamrinDwiki (kanan) bersama komunitas Sahabat Thamrin saat menggelar aksi simpatik peringatan tragedi Bom Thamrin 2016. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Saat sadar, ia melihat Ibu dan Kakaknya menangis. Dwiki memberi tahu saya kalau dirinya sempat tidak bernapas.

"Kamu enggak bisa napas tadi, pokoknya kamu kayak kesakitan, sudah enggak bergerak," cerita Dwiki meniru ucapan Kakaknya.

Dari kejadian itu, Dwiki menyatakan bernazar dan bakal memenuhi nazarnya untuk mengenakan hijab. Ia ingin menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalani hidup selanjutnya. Lebih lanjut, ia pun ingin memaafkan orang-orang yang telah berbuat jahat kepadanya, termasuk para teroris.

Kini Dwiki sudah bisa menjalani hidup sebagaimana sedia kala. Meskipun apa yang telah dialaminya masih menyisakan trauma seperti tidak ingin rapat kerja di kafe lagi, dan menjauhi keramaian terlebih ada polisi di sekitarnya.


Saat bertemu CNNIndonesia.com pada November lalu, Dwiki sudah tidak memakai penyanggah leher. Berdasarkan keterangan dokter, ia dianjurkan untuk lebih melakukan yoga dan renang. Di sisi lain, sampai sekarang Dwiki masih mengonsumsi obat, khususnya obat saraf dan vitamin tulang. Saat ini ia mengandalkan fasilitas buku hijau yang diberikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dwiki telah berdamai dengan masa lalunya. Ia pun kini telah memosisikan diri sebagai penyintas yang senantiasa memberikan dukungan kepada korban dan keluarga korban lain yang belum bisa berdamai dengan peristiwa terorisme.


Artikel ini merupakan bagian dari serial Liputan Khusus CNNIndonesia.com dengan tajuk Bertahan dari Luka Terorisme. Simak selengkapnya di sini.
(kid)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER