Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat
Syarief Hasan mengaku teringat pada ketegasan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sengketa Blok Ambalat pada 2005 silam. Syarief mengatakan itu merespons sengketa teritorial di perairan
Natuna, Kepulauan Riau yang bersinggungan dengan China.
Menurutnya, SBY mengambil sikap tidak mau berkompromi masalah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kasus Natuna ini mengingatkan saya terhadap kasus Ambalat, 2005-2006 ya. Di mana pada saat itu SBY sangat tegas, bahwa kalau menyangkut kedaulatan NKRI maka tidak ada istilah kompromi, maka mereka semua keluar dari teritorial kedaulatan NKRI," kata Syarief kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (7/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun menceritakan, ketegasan SBY semakin terlihat saat menaiki kapal perang untuk langsung mendatangi perbatasan Malaysia. Menurutnya, SBY kala itu sudah siap untuk melangsungkan perang dengan Malaysia.
Syarief melanjutkan ketegasan SBY itu berbuah hasil yang baik dan berakhir lewat jalur diplomasi.
"SBY berhasil, bahkan SBY dulu pernah di kapal perang berhadapan dengan perbatasan Malaysia. Waktu itu kalau mau perang ayo perang, pada saat itu. Tapi repsons Malaysia pada saat itu dan kita juga ingin supaya menyelesaikan memulai diplomatik," ujar Wakil Ketua MPR itu.
 Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Dalam masalah di perairan Natuna kali ini, Syarief pun mengapresiasi ketegasan pemerintah. Menurutnya, berbagai pernyataan yang sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo juga menampilkan ketegasan.
Dia pun meminta agar Menko Polhukam Mahfud MD dan Menhan Prabowo Subianto mengikuti sikap tegas Jokowi demi menjaga kedaulatan NKRI.
"Jadi (Mahfud dan Prabowo) harus lebih dipertegas lagi ya, lebih dipertegas lagi," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]Di sisi lain, Syarief menyarankan agar pemerintah tidak terlalu khawatir dampak masalah perairan Natuna terhadap perekonomian Indonesia. Ia meyakini China sebagai investor terbesar ketiga masih membutuhkan Indonesia di hari mendatang.
"China merupakan investor ketiga di Indonesia ya kan, dan juga China pasti membutuhkan Indonesia, sangat membutuhkan Indonesia. Jadi, tidak perlu khawatir dengan implikasinya terhadap ekonomi Indonesia," ujar Syarief.
Situasi di perairan Natuna memanas akibat kapal-kapal China berlayar di wilayah tersebut. Kementerian Luar Negeri Indonesia sudah melayangkan nota protes, namun China mengklaim kawasan itu masih termasuk kawasan jalur nelayan tradisionalnya sejak dulu.
Menko Polhukam Mahfud MD sempat menyebut bahwa pemerintah Indonesia tidak ingin berperang dengan China. Sebaliknya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyebut China yang enggan berkonflik di Natuna.
"Mereka sudah mengurangi jumlah nelayan mereka juga yang datang ke sana. Kita harus apresiasi juga. Jadi tidak ada keinginan mereka untuk berkelahi soal itu. Kalau ada pelanggaran itu pasti ada saja," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (6/1).
(mts/ain)