Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Utama
Garuda Indonesia Emirsyah Satar memperlihatkan keberatannya terhadap keterangan salah satu saksi dalam sidang dugaan suap pengadaan pesawat serta mesin pesawat Airbus dan Rolls Royce ke maskapai nasional itu.
Hal tersebut diutarakan Emirsyah yang duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/1).
Dalam sidang yang sama, Soenarko Kuntjoro yang saat itu menjabat Executive Vice President Engineering PT Garuda Indonesia bersaksi bahwa sempat ada pengajuan proposal Rolls Royce terkait program perawatan yakni Total Care Program (TCP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, kata Soenarko, proposal itu tak langsung lolos lantaran harga yang ditawarkan dirasa lebih mahal dibanding penghitungan tim teknik Garuda.
Berdasar analisis dan penghitungan tim didapatkan selisih harga yang lebih mahal jika menggunakan sistem TCP. Sedangkan saat menggunakan metode Time and Material Based (TMB) diperkirakan menghemat Rp300.000 per bulan.
"Ya ini kan bicara 15 tahun yang lalu, keluar angkanya. Jadi pada waktu itu angkanya kira-kira kalau untuk
time material yang ditawarkan Rolls Royce berdasarkan TCP itu mungkin sekitar Rp1,8 juta per bulan, kalau hitungan kami Rp1,5 juta per bulan. Dengan
fleet pada waktu itu kan Garuda hanya punya 6 pesawat Airbus," jelas Soenarko di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Oleh karena itu, proposal Rolls Royce pun tak langsung disetujui. Soenarko lantas memilih untuk mengirim surat ke tim teknis Rolls Royce guna menanyakan detail penghitungan. Namun di tengah proses negosiasi itu, Soenarko dicopot dari jabatannya.
"Diberhentikan oleh RUPS, alasannya saya dianggap tidak perform sebagai direksi, dalam menjaga
on time performance Garuda," katanya.
 Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar. (CNN Indonesia/ Safir Makki) |
Dan setelah melepas jabatan sebagai direktur teknik, Soenarko mengaku tak tahu lagi kabar atau soal balasan surat tersebut oleh Rolls Royce.
Atas keterangan itu, Emirsyah tampak tak terima dan mempertanyakan ulang kepada saksi.
"Apakah berarti kalau keduanya dibandingkan, akan
apple to apple?" kata Emirsyah kepada Soenarko.
Pasalnya menurut Emir, angka Rp1,5 juta yang didapat tim itu pun menurut dia belum final, sehingga masih mungkin lebih besar. Oleh Karena itu, menurut Emir kedua metode itu tak bisa dibandingkan.
"Tadi ditanyakan oleh PH kami, apakah yang 1,5 itu
fix. Lalu saudara katakan tidak, bergantung biaya perbaikan. Sedangkan di sini saudara katakan menghemat Rp300 ribu sebulan, sedangkan itu tidak
fix. Bagaimana bisa? TCP itu biayanya fix dan TMB masih tidak
fix--bisa lebih bisa kurang dari 1,5 itu," ujar Emir yang tercatat menjadi Direktur Utama Garuda pada 2005 hingga 2014.
Menanggapi itu, Soenarko pun mengulangi pernyataannya bahwa ada hal detail teknis perawatan pesawat yang tak dicantumkan dalam proposal Rolls Royce. Itulahnya alasan dirinya mengirim surat ke Rolls Royce. Namun ia kembali menegaskan, dua konsep perawatan antara TCP dengan TMB tetap bisa dibandingkan.
"Kalau menurut saya ini cuma bicara konsep membayar saja," ucap Soenarko.
"Saya kasih tahu nih Pak Emir, kalau dalam teknik itu kan ada
reliability, konsepnya adalah modifikasi, ada
notice to operator, ada dari pabrik, dari FAA misalnya. Nah hal-hal itu yang di luar proposal itu, karena itu sangat
unpredictable, itu sangat teknis sekali," kata dia menjawab keraguan Emir.
[Gambas:Video CNN]Merespons perdebatan antara terdakwa Emirsyah dengan saksi Soenarko tersebut, hakim pun menengahi dengan menyarankan untuk memasukkan keberatan atas keterangan tersebut.
"Kalau dikejar terus pendapatnya ya akan beda terus. Anda punya hak untuk tidak menerima keterangan saksi tersebut," jelas salah satu hakim.
(ika/kid)