Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah belasan tahun aksi
Kamisan rutin diadakan, ibu korban mahasiswa yang tewas dalam peristiwa Semanggi 1998, Maria Sumarsih, mengaku semakin dipersulit. Saat akan menghadiri peringatan 13 Tahun Aksi Kamisan pada Kamis (16/1) saja, ia mengaku sempat diadang aparat.
Biasanya, peserta Kamisan hanya melakukan aksinya di seberang Istana Negara, Jakarta. Namun dalam aksi hari ini, mereka diadang ketika hendak mengelilingi Istana Negara.
Para peserta tak boleh lewat saat akan melintas di depan kantor Dewan Pertimbangan Presiden yang masih berada di area Istana Negara.
"Kegiatan semakin dipersulit, semakin dilarang oleh aparat. sebelumnya tidak. Untuk hari ini, trotoar tidak boleh dilewati, terus di pintu wantimpres yang ketuanya Wiranto kami tidak boleh lewat sana," ujar Sumarsih saat ditemui dalam 13 Tahun Aksi Kamisan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai ketentuan dalam UU 9/1998, kata Sumarsih, peserta aksi memang dilarang melakukan demo 100 meter dari depan gerbang istana. Namun, menurutnya, aksi yang mereka lakukan itu jaraknya masih jauh dari istana.
"Kalau dibilang langgar UU, mereka juga melanggar UU karena membunuh. Enggak usah dilarang-larang lah. Kalau kasusnya diselesaikan kan tidak akan ada seperti ini," katanya.
[Gambas:Video CNN]Sumarsih menuturkan, 13 Tahun Aksi Kamisan ini menjadi peringatan bahwa pemerintah semakin melanggengkan impunitas alih-alih menegakkan hukum. Ia berharap Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah tertunda selama bertahun-tahun.
Sumarsih juga mempertanyakan pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyebut tak ada pelanggaran HAM berat masa lalu dalam peristiwa Semanggi I dan II. Selama ini, tak pernah ada pengungkapan terhadap kedua kasus tersebut secara jelas.
"Harapan saya ke Pak Jokowi kalau memang memiliki hati yang tulus, termasuk semua penguasa, karena kasus pelanggaran HAM berat itu malah dianggap beban politik bangsa," tuturnya.
(pris/has)