Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Advokasi
Papua mengungkap sejumlah kejanggalan terhadap kasus yang menjerat Mispo Gwijangge. Mispo ditangkap polisi karena diduga terlibat dalam kasus pembunuhan pekerja jalan PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 lalu, di Kabupaten
Nduga, Papua. Proses hukumnya diduga menyalahi prosedur hukum.
Menurut anggota tim advokasi, Tigor Hutapea, penyidikan kasus tersebut sejak awal telah menyalahi prosedur. Di antaranya usia dan kemampuan Mispo dalam berbahasa Indonesia.
Tigor menuturkan Mispo mestinya menjalani prosedur hukum sesuai ketentuan pidana bagi anak. Sebab sesuai keterangan dari keluarga, Mispo lahir pada 2004. Namun Mispo ditangkap oleh polisi pada Mei 2019 dan diminta mengaku berusia 20 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah semestinya penyidik maupun penuntut umum memperlakukan Mispo sebagai anak yang berhadapan dengan hukum menggunakan mekanisme sistem peradilan pidana anak," ujar Tigor dalam konferensi pers di Graha Oikumene, Jakarta, Selasa (21/1).
Selain itu, Mispo yang asli warga Nduga juga tidak dapat berbahasa Indonesia. Namun dalam proses pemeriksaan di kepolisian, penyidik tetap memeriksa Mispo tanpa menghadirkan ahli bahasa Nduga.
Tigor menilai proses pemeriksaan itu cacat hukum karena Mispo tidak memahami maksud pertanyaan dari penyidik selama proses pemeriksaan berlangsung.
Kejanggalan lain, lanjut Tigor, adalah pemindahan penanganan perkara Mispo dari Papua ke Jakarta. Sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung pada 2019, persidangan Mispo dipindahkan dari Pengadilan Negeri Wamena ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan keamanan.
Tigor menuturkan alasan itu tak berdasar karena persidangan lain di PN Wamena dapat berjalan dengan aman dan lancar.
"Pemindahan tidak mempertimbangkan pendapat dari keluarga dan penasihat hukum. Alasan keamanan untuk memindahkan juga tidak berdasar," katanya.
Pemindahan persidangan ke Jakarta dinilai Tigor juga menyulitkan proses hukum yang berjalan. Sebab, tim hukum Mispo mesti mendatangkan sejumlah saksi meringankan yang akan memakan biaya sangat mahal jika didatangkan langsung dari Nduga.
"Pemindahan ini menyulitkan Mispo dan tim hukum karena harus menanggung biaya yang sangat besar dari Nduga-Wamena-Jakarta. Sementara jaksa relatif lebih mudah karena menggunakan biaya dari negara," ucapnya.
Tigor pun meminta agar hakim yang kini menangani perkara Mispo dapat menghentikan proses pemeriksaan di persidangan.
Perkara ini berawal dari tewasnya puluhan pegawai PT Istaka Karya di Nduga pada 2018 silam. Suasana saat itu sempat mencekam hingga tambahan personel TNI pun diterjunkan untuk berjaga.
Ratusan warga sipil pun memilih mengungsi besar-besaran karena khawatir dengan kondisi yang saat itu terjadi. Hingga akhirnya polisi menangkap Mispo yang dituding menjadi anggota komplotan bersenjata Nduga, Egianus Kogoya.
[Gambas:Video CNN]Mabes Polri tak mempersoalkan keterangan Tim Advokasi Papua ihwal dugaan kejanggalan proses hukum Mispo. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Argo Yuwono bahkan mempersilakan dugaan kejanggalan itu diungkap di pengadilan.
"Silakan saja diungkapkan di sidang pengadilan biar ada hakim yang menjadi wasitnya," ujar Argo kepada
CNNIndonesia.com.
(psp/wis)