Jakarta, CNN Indonesia -- Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengingatkan agar tenaga yang menggantikan guru
honorer jangan sampai tanpa seleksi. Seleksi itupun diminta untuk mempertimbangkan masa pengabdian guru honorer.
Diketahui, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara (BKN), awal pekan ini, menyepakati penghapusan tenaga honorer secara bertahap.
Sesuai dengan Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, penggantinya berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pola [tanpa seleksi] ini akan membuat pendidikan kita tambah hancur. Hasil uji kompetensi guru memberikan gambaran betapa rendahnya kualitas guru kita," tutur Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim dalam keterangan pers yang diterima
CNNIndonesia.com, Jumat (24/1).
Ramli juga menyarankan seleksi tersebut memberikan bobot kompetensi kepada tenaga honorer yang dihitung berdasarkan tahun pengabdian guru honorer. Misalnya, 1 persen tiap 1 tahun pengabdian.
 Menpan RB Tjahjo Kumolo dan Komisi II DPR sepakat untuk menghapus tenaga honorer. ( CNN Indonesia/Daniela Dinda) |
Hal ini, kata dia, untuk menjamin tenaga honorer saat ini memiliki peluang lebih besar untuk lolos ketimbang mereka yang baru masuk.
"Sementara mereka yang baru sarjana dan belum mengabdi sama sekali masih memiliki bobot nol persen sebelum seleksi. Artinya, perlu kompetensi yang jauh lebih tinggi bagi mereka yang baru lulus kuliah agar bisa bersaing dengan guru honorer ini," jelasnya.
Ini dilakukan juga agar Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang digelar pemerintah selama ini terhadap guru honorer jadi tidak sia-sia.
Masalah HonorerLebih lanjut, Ramli mengatakan permasalahan guru honorer terutama terkait rekrutmen yang tidak merata dari segi jumlah maupun kualitasnya.
Dia mencontohkan sekolah yang memiliki jumlah guru honorer berlebih. Hal ini memicu honor yang semakin kecil dan jam mengajar sedikit.
"Selama ini sangat banyak sekolah yang sesungguhnya hanya butuh lima tambahan guru honorer, tapi ada 20 guru honorer di dalamnya. Jam mengajar pun dibagi rata seperti sepotong kue yang dipotong kecil-kecil," tuturnya.
[Gambas:Video CNN]Sementara, kata dia, permasalahan kurangnya tenaga guru masih bisa ditemui di sekolah-sekolah lain.
Efek lainnya, tenaga honorer juga kerap membuat guru PNS jadi malas.
"Guru PNS seperti ini memang tak banyak, tapi hampir merata di seluruh Indonesia. Mereka dengan mudah meminta guru honorer yang jam ngajadnya sedikit itu untuk menggangikan dirinya kapan dia mau," ujarnya.
Selain itu, kata Ramli, tenaga honorer juga bisa membuka celah bagi kasus guru titipan dari kepala sekolah, kepala daerah sampai ke pejabat daerah dan pusat.
(fey/arh)