Saat Siswa SD di Riau Tak Tahu Nadiem hingga Jokowi
Nurika Manan | CNN Indonesia
Jumat, 14 Feb 2020 11:09 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Siswa sekolah marginal senantiasa belajar dengan keterbatasan di tengah hutan (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekolah marginal atau SDN 010 Dusun Sialang Harapan, Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau baru saja menggelar ujian. Sudah tidak ada pelajaran yang dibahas jelang liburan. Guru lalu mengulang kembali pelajaran yang telah diajarkan
Anak-anak sudah menempati kursinya masing-masing. Sebagian kursi dan meja yang mereka pakai sudah reyot. Ada kursi yang kakinya tanggal dan meja yang keropos.
Arosel guru sekolah marjinal, lalu mengulang mengisi kegiatan belajar mengajar dengan membahas ulang nilai-nilai Pancasila. Dibahas pula lagu kebangsaan dan hapalan surat pendek Alquran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Siapa bisa baca Pancasila?" kata Arosel akhir 2019 lalu di sekolah marjinal.
Murid-murid pulang mengunakan rakit usai belajar di SDN 10/Sekolah Marjinal yang terletak di Dusun Sialang Harapan Desa Batu Sasak, Kabupaten Kampar. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Sebagian besar siswa mengacungkan jari. Masing-masing anak berlomba dapat perhatian sang guru.
Berbeda halnya ketika ditanya siapa nama menteri pendidikan, kebudayaan dan pendidikan tinggi yang baru. Bola mata anak-anak itu berputar. Tak ada yang mengacungkan jari untuk menjawab.
Arosel lalu meminta siswa menyebutkan cita-citanya masing-masing. Berturut-turut, Arosel menunjuk beberapa siswa.
Keshia ingin menjadi guru seperti Arosel. Yanda bercita-cita menjadi dokter. Revandi ingin menjadi polisi dan Ipul bertekad menjadi presiden.
Akan tetapi, Ipul tak tahu siapa Presiden Indonesia yang saat ini menjabat. Matanya berputar ketika ditanya oleh Arosel.
Yanda, yang duduk di sebelah Ipul lantas membisikkan sebuah nama.
"Joko Widodo," ucap Ipul usai dibisiki. Dia lalu tersenyum.
Meski sekolahnya memiliki banyak keterbatasan, siswa sekolah marginal tetap memiliki cita-cita (CNN Indonesia/Safir Makki)
Di kelas mereka memang tak ada foto presiden-wakil presiden dan lambang negara. Dinding kelas juga tak dihiasi dengan foto-foto menteri atau pahlawan nasional. Hanya terlihat susunan bata merah.
Mungkin wajar jika ada sebagian dari mereka yang belum pernah mendengar nama Joko Widodo dan Nadiem Makarim. Terlebih, listrik di tempat daerah mereka pun terbatas. Hanya sampai sore hari. Tentu mengganggu arus informasi yang mereka peroleh.
"Sekolah di sini belum bagus, listriknya juga enggak ada, tower pula enggak ada. Susah lah menghubungi orang di sini, untuk keperluan kami," ucap Arosel guru sekolah marginal.
Simak perjuangan siswa-siswa sekolah dasar SDN 010 di Dusun Sialang Harapan pada video di bawah ini:
Selaku sekolah induk, maka kepala sekolah SDN 010 Dusun Batu Sasak yang bertanggung jawab langsung atas kondisi di sekolah marjinal. Akan tetapi, sekolah induk juga masih memiliki sejumlah masalah.
Sawirman, kepala sekolah SDN 010 Dusun Batu Sasak, mengeluhkan betapa susahnya mendapatkan sinyal telepon dan akses internet. Karenanya, urusan administrasi menjadi sulit dikerjakan.
Bangunan SD Negeri 10 yang sudah direnovasi di Dusun Sialang Harapan, Desa Batu Sasak. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Sawirman mengaku tak mampu mengupayakan banyak hal. Jangankan perbaikan bangunan Sekolah Marginal, untuk sekolah induknya saja ia masih memelas perhatian pemerintah.
"Waktu itu kami mau ambil data, kami sampai ke atas bukit di seberang Sialang Harapan. Untuk mengambil data pelatihan dari kawan," tutur Sawirman.
Bukan saja ketiadaan alokasi anggaran, sekolah induk juga tak punya wewenang. Rehabilitasi merupakan ranah Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
"Kami hanya bisa membantu buku pelajaran, rapor, soal-soal ujian sampai pada ATK (Alat Tulis Kantor) lainnya," terang dia.
"Ya kami berharap sekolah marginal itu dilanjutkan pembangunannya, dengan baiknya pembangunan di sana kan guru-guru juga semakin timbul minatnya untuk mengajar akan-anaknya kan," tambahnya.