Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (
ICW) menilai kerja-kerja pemberantasan
korupsi terhadap kader partai penguasa di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY) terbilang lebih baik ketimbang saat ini. Dia merujuk pada lemahnya KPK dalam mengusut kasus kader PDIP
Harun Masiku.
Peneliti ICW, Tama S Langkun mengatakan komisi antirasuah bahkan tak berdaya. Berbeda ketika KPK era sebelumnya menjerat elite Partai Demokrat yang kala itu juga merupakan partai penguasa.
"Cerita KPK melawan rezim yang korup, pelaku korupsi yang berdasarkan dari penguasa, bukan sekali dua kali. Zaman Pak SBY ada Partai Demokrat yang diproses toh enggak ada masalah, meskipun ada riak. Kenapa sekarang begitu sulit?" kata Tama usai diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (7/2) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tama mengungkapkan pelemahan terlihat ketika tim penyelidik gagal memasang KPK line di Kantor DPP PDIP, hingga gagal menangkap Harun. Ia berpendapat semua ini tidak lepas dari sikap pimpinan KPK jilid V era Firli Bahuri Cs.
"Ini ada faktor pimpinan. Informasi-informasi yang disampaikan Dewas terkait belum adanya izin penyadapan, penggeledahan terkait dengan kasus tertentu, itu kan bukti bahwa upaya-upaya pengejaran tidak dilakukan dengan maksimal," pungkasnya.
Berbeda jika melihat kembali kerja-kerja pemberantasan korupsi era kepemimpinan SBY. Dahulu, KPK dapat memproses petinggi-petinggi Partai Demokrat yang tersangkut tindak pidana korupsi. Padahal, Demokrat sedang berada di pucuk kekuasaan.
KPK, kata Tama, begitu gagah mengusut keterlibatan elite partai mercy dalam kasus korupsi proyek Wisma Atlet Hambalang hingga Century.
 Dahulu, KPK berhasil menejerat Eks Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum meski SBY tengah menjadi presiden (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Beberapa elite Partai Demokrat yang divonis penjara akibat kasus korupsi antara lain seperti mantan Ketua Umum, Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Umum, Muhammad Nazaruddin, dan mantan juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng.
"Kita sampaikan kalau kemudian kita punya pimpinan yang masih memiliki catatan dia tidak independen, ada catatan soal independensi, soal integritas, ditambah lagi dengan UU yang lemah itu akan menghancurkan KPK secara perlahan," tandasnya.
Hingga saat ini, KPK belum mampu menangkap kader PDIP Harun Masiku yang telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK menetapkan Harun sebagai tersangka pada 9 Januari, lalu memasukkan nama Harun sebagai buronan pada 29 Januari.
Harun diduga terlibat kasus suap PAW anggota DPR fraksi PDIP. Dia diduga bersama sejumlah orang menyuap KPU agar bisa menjadi anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Sejauh ini, dalam kasus tersebut, telah ada beberapa orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK. Mereka adalah eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, kader PDIP Agustina Tio.
Atas dasar itu, Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi suap, Harun dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[Gambas:Video CNN] (ryn/bmw)