Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf Macan menyarankan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)
Nadiem Makarim menggunakan media baru, seperti aplikasi
TikTok, untuk merawat bahasa daerah.
Dede menyoroti catatan Kemendikbud yang menyebut 11 bahasa daerah punah dan 25 bahasa daerah terancam eksistensinya. Menurutnya, perlu pendekatan yang lebih akrab kepada generasi muda sebagai penutur.
"Saya pernah melihat TikTok 'Culametan' itu dilakukan oleh orang bule. Artinya apa? Ketika menyenangkan, membuat orang jadi ingin menggunakan," kata dia, kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (21/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, video 'Culametan Met Met' sempat viral dan bermula dari selorohan bocah berbahasa dan berdialek Sunda di TikTok. Itu kemudian dimodifikasi dengan musik dan dipadukan dengan gerakan tari kontemporer oleh netizen dari berbagai negara.
Dede melanjutkan selain menggunakan strategi media baru juga perlu ada kompetisi di kalangan pelajar. Misalnya, lomba puisi dan cerdas cermat berbahasa daerah. Ia menyebut itu bisa memancing keingintahuan generasi muda mempelajari bahasa ibu mereka.
[Gambas:Video CNN]Ketua DPP Partai Demokrat itu, menilai kepunahan bahasa daerah di Indonesia terjadi karena tidak ada regenerasi penutur. Dia melihat tren anak muda tak mau mempelajari dan merawat bahasa daerah masing-masing.
"Poinnya adalah pendekatan dengan gaya-gaya muda, gaya lebih milenial terhadap seni bahasa," ucap dia.
Sebelumnya, Kemendikbud mencatat ada 718 bahasa daerah di Indonesia. Sebanyak 26 bahasa daerah dinyatakan aman karena masih memiliki banyak penutur, seperti bahasa Jawa, Sunda, Minangkabau, Biak, Bugis, Madura, dan Bali.
Sementara 11 bahasa daerah punah dan 25 bahasa daerah terancam punah. Hal itu diketahui dari penelitian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud terhadap 90 bahasa daerah di Indonesia.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Hurip Danu Ismadi mengatakan kepunahan terjadi karena penutur asli mulai berkurang.
(dhf/arh)