KLHK Bantah Omnibus Law Abaikan Lingkungan

CNN Indonesia
Sabtu, 22 Feb 2020 07:40 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membantah kritik yang menyatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengabaikan aspek lingkungan.
KLHK membantah kritik yang menyatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengabaikan aspek lingkungan. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah kritik yang menyatakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengabaikan aspek lingkungan.

Kritik tersebut mencuat terkait penghapusan izin lingkungan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Kekhawatiran ada penghapusan pasal di RUU juga tidak sepenuhnya benar, karena nantinya kunci penting diatur di PP, bahkan sampai ke Permen. Sangat berlapis disiapkan untuk mengawal kepentingan rakyat," ujar Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono, melalui keterangan pers, Jumat (21/2).
Bambang mengatakan bahwa penegakan hukum pada aspek lingkungan masih diatur dengan tegas dan tidak dihapus. Ia pun berpendapat RUU ini justru berpihak pada kesejahteraan masyarakat kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, RUU Cipta Kerja tak hanya mengatur perusahaan besar, tapi juga bisnis masyarakat biasa, seperti usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Setidaknya, ada 25 ribu desa di seluruh Indonesia yang menurut pernyataan Bambang menggantungkan hidup pada usaha di sekitar dan dalam kawasan hutan sosial.

Ia mengatakan bahwa selama ini banyak masyarakat kecil mencari nafkah di sekitar hutan yang tersangkut masalah hukum.
Banyak pula usaha masyarakat di sekitar hutan yang tak bisa dijalankan karena tidak ada kejelasan kepastian hukum dan berusaha.

Bambang lantas menjelaskan bahwa RUU ini hanya bentuk penyederhanaan regulasi. Meskipun regulasi diperlonggar, ia menekankan aturan hukum yang mengikat tetap disertakan.

"Melalui Omnibus Law, program Perhutanan Sosial dan TORA akan berlari lebih kencang. UMKM dari kegiatan sekitar hutan akan hidup tanpa mengabaikan prinsip perlindungan hutannya, karena sanksi hukum bagi perusak lingkungan tetap ada," ucapnya.

Ia kemudian berkata, "Jadi jangan dikira cukong-cukong dan perusak lingkungan bisa bebas. Itu tidak benar. Justru langkah koreksi yang sudah dilakukan untuk rakyat pada periode pertama lalu, kali ini semakin diperkuat oleh RUU Omnibus Law."

[Gambas:Video CNN]

Pada penyusunan RUU Cipta Kerja, ranah KLHK masuk pada pasal yang mengatur UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Sejumlah pasal tersebut menuai kritik pegiat lingkungan, salah satunya datang dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang menilai penghapusan izin lingkungan seolah mengesampingkan hak rakyat terhadap lingkungan.

WALHI menilai ketentuan sanksi administratif korporasi yang melakukan pembakaran lahan dan hutan di tangan pemerintah juga memiliki risiko karena nantinya penindakan dinilai akan bergantung pada sanksi administratif.

Gugatan terhadap korporasi yang merusak lingkungan juga tidak bisa dilakukan masyarakat luas. Dalam draf RUU tersebut, hanya diatur orang yang terdampak langsung dari kerusakan lingkungan itu yang bisa mengajukan gugatan. (fey/has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER