Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Jawa Barat
Ridwan Kamil membentuk Jabar Covid-19 Crisis Center. Pria yang akrab disapa Emil ini mengatakan Jabar
Covid-19 Crisis Center didirikan sebagai upaya pemerintah dalam rangka memusatkan koordinasi dan informasi terkait virus corona atau yang disebut juga sebagai Covid-19.
Crisis Center tersebut berkantor di Command Center yang berada dalam kawasan Gedung Sate, Kota Bandung.
"Jadi hari ini kita membuat Jabar Covid-19 Crisis Center di Command Center. Tadi malam Kota Depok sudah membuat crisis center, maka 26 (kabupaten/kota) sisanya harus memiliki yang sama fungsinya semua informasi hanya datang dari crisis center," ujarnya, Selasa (3/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Crisis Center ini akan diketuai langsung oleh Gubernur Jabar dengan Ketua Harian Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar dan Sekretaris oleh Kepala Dinas Kesehatan Jabar.
"Jangan ada pejabat yang meminta hal-hal yang bukan kepada crisis center. Pusat keluarnya pernyataan (terkait Covid-19) harus dari institusi crisis center," ujar Emil.
Perlu diketahui, Pemprov Jabar juga mengumumkan
hotline Covid-19 Dinas Kesehatan Provinsi Jabar di nomor 0811-2093-306 dan Emergency Kesehatan di 119.
Alur Penanganan Covid-19Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar Berli Hamdani mengatakan pihaknya sudah memiliki alur pelaporan dan penanganan Covid-19 di Jabar.
Alur ini, kata dia, dibuat agar pelaporan dan penanganan Covid-19 di Jabar melalui satu pintu. Hal itu dilakukan agar membuat penanganan lebih cepat dan tepat.
"Masyarakat yang memiliki gejala Covid-19, seperti demam, batuk, dan sesak nafas, dan riwayat perjalanan ke negara terjangkit Covid-19 harus memeriksakan kondisi ke puskesmas maupun rumah sakit terdekat," katanya.
[Gambas:Video CNN]Berli menjelaskan, Puskesmas maupun rumah sakit yang memeriksa pasien yang memiliki gejala atau riwayat perjalanan ke luar negeri akan melapor kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Kemudian, akan diteruskan kepada Dinkes Jabar dan selanjutnya diteruskan kepada tim ahli Rumah Sakit Hasan Sadikin.
"Tim ahli itulah yang menentukan apakah pasien masuk kategori pengawasan atau pemantauan. Agar tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur," ujarnya.
Jika masuk kategori pemantauan, pasien dibolehkan pulang dan akan mendapatkan pantauan dari Puskesmas maupun dinkes kabupaten/kota. Selama 14 hari itu dipantau dan petugas Puskemas maupun dinas akan datang memeriksa.
"Kalau terjadi kondisi semakin menurun, akan masuk ke pengawasan," tuturnya.
Dia menjelaskan, semua hasil pemeriksaan dan jumlah pasien dalam pengawasan maupun pemantauan akan dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan.
(hyg/ain)