Pengacara Sebut KPK Tak Bisa Sidang tanpa Kehadiran Nurhadi

CNN Indonesia
Sabtu, 07 Mar 2020 02:12 WIB
Kuasa Hukum Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut KPK berpotensi mengabaikan hukum acara jika menggelar sidang tanpa kehadiran kliennya.
Kuasa Hukum Eks Sekretaris MA Nurhadi, Maqdir Ismail. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman, Maqdir Ismail menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa mengadili kliennya secara in absentia atau tanpa kehadiran tersangka. Menurut dia, perkara yang menjerat Nurhadi tidak menimbulkan kerugian negara.

"Enggak bisa secara in absentia, karena enggak ada kerugian negaranya, kalau kita mau taat hukum. Kecuali kita enggak mau peduli dengan aturan main, enggak peduli dengan hukum acara," kata Maqdir saat ditemui usai acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/3).

KPK sebelumnya membuka peluang untuk mengadili Nurhadi secara in absentia. Proses itu akan ditempuh jika hingga pelimpahan berkas perkara ke pengadilan mereka tetap tidak diketahui keberadaannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan suap oleh KPK. Nurhadi juga sempat dipanggil untuk diperiksa terkait kasus tersebut. Namun, kelima panggilan itu selalu diabaikan oleh Nurhadi, sehingga Komisi Antirasuah memutuskan memasukan nama Nurhadi dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron.
Maqdir menjelaskan, KPK seharusnya bisa lebih maksimal dalam upaya mencari kliennya. Ia juga meminta KPK agar tak perlu terburu-buru mengambil sikap dan berencana mengadili Nurhadi secara in absentia.

"Seharusnya, sabar, tunggu. Dicari saja kalau memang belum ketemu sekarang, tak perlu diadili, enggak perlu didesak juga," ujarnya.

KPK sebelumnya juga telah menggeledah sejumlah tempat untuk mencari keberadaan Nurhadi, tapi hasilnya selalu nihil.

Lebih lanjut, Maqdir mengatakan jika sebetulnya Nurhadi memiliki niat baik untuk mengikuti proses hukum yang berlaku. Salah satunya dengan mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Namun, menurut Maqdir, justru KPK yang bertindak serampangan dengan melanjutkan proses penyidikan, meski praperadilan tengah berlangsung. Ia juga menyayangkan sikap KPK yang secara tiba-tiba memasukkan nama kliennya dalam DPO.

"Tetapi, mestinya juga ada perlakuan yang seimbang, diperlakukan lah dia secara baik ketika kami sampaikan permohonan (praperadilan) tolong tunda dulu, justru dijadikan buron," ujarnya.

"Ini yang buat orang yang enggak percaya lagi dengan proses hukum itu. Ketidakpercayaan orang itu kan tindakan-tindakan tertentu dari oknum-oknum di KPK," lanjut Maqdir.

Dinilai Bentuk Pelarian KPK
Direktur Ekesekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengatakan, sah-sah saja jika KPK memang ingin mengadili Nurhadi secara in absentia. Menurutnya, KPK juga perlu memenuhi syarat-syarat yang berlaku.

Kendati begitu, Haris mengatakan, pengadilan in absentia ini malah menunjukkan jika KPK mulai melemah. Apalagi, menurut dia, pengadilan in absentia ini bisa dibilang opsi KPK yang dipaksakan.

"Pengadilan in absentia bukan suatu yang dilarang, tapi cuman hanya pelarian KPK, jadi enggak mau ngapa-ngapain, yaudah dengan apa yang ada buat in absentia" kata Haris.

"Jadi nanti itu modus semua. DPO dituduh korupsi, bayangin aja yang begitu DPO, nanti dicari enggak ada, nanti in absentia. Jadi kayak menghakimi angin," lanjut dia.

Sebelumnya, Nurhadi dan dua tersangka lainnya diterapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan. Nurhadi disebut menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) serta suap/gratifikasi dengan total Rp46 miliar.

Selain Nurhadi, KPK juga menetapkan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur Utama PT MIT Hiendra Soenjoto sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara OTT dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. (dmr/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER