NasDem Minta Pembahasan RKUHP Ditunda Akibat Pandemi Corona

CNN Indonesia
Jumat, 03 Apr 2020 15:11 WIB
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Taufik Basari menyatakan pihaknya pun ingin pembahasan yang mendalam pada RKUHP, bukan hanya pasal kontroversial.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem Taufik Basari menyatakan pihaknya menyarankan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ditunda menunggu pandemi virus corona (Covid-19).

"RKUHP bisa ditunda dahulu pembahasannya menunggu wabah Covid-19 ini reda agar memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Dari awal Fraksi NasDem menginginkan tetap ada pembahasan mendalam lagi untuk RKUHP," ujar Taufik kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/4).

Ketua Kelompok Fraksi NasDem di Komisi III DPR itu mengatakan penundaan pembahasan RKUHP juga penting dilakukan guna memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait RKUHP tersebut, Taufik mengatakan NasDem meminta agar pembahasannya tidak hanya fokus pada 14 poin kontroversial, sebagaimana dikatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Taufik mengatakan mens rea atau niat berbuat pidana yang terkandung dalam setiap pasal di RKUHP perlu dipastikan kembali sehingga tidak memunculkan multitafsir.

"Saya menyatakan agar kita jangan terbatas hanya fokus pada 14 poin itu saja. Kita perlu memastikan lagi soal kejelasan rumusan delik, mens rea yang terkandung di setiap pasal, terutama pasal-pasal baru yang tidak ada di KUHP lama, kalau perlu dilakukan simulasi sehingga tidak terjadi multitafsir," kata Taufik.

Dia menerangkan langkah memastikan mens rea itu penting untuk mencegah terjadinya kriminalisasi yang berlebihan terhadap sebuah tindakan pidana.

Memastikan mens rea setiap pasal di RKUHP, lanjutnya, juga diperlukan untuk memastikan setiap pasal sudah memenuhi asas hukum.

Taufik menyatakan salah satu yang ingin direvisi NasDem adalah Pasal 2 dalam draf RKUHP. Menurutnya, pasal tersebut bertentangan dengan asas legalitas yang menjadi ciri dari hukum pidana.

Ribuan mahasiswa memadati menuju depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, 30 September 2019 guna mendesak DPR membatalkan RKUHP yang masih memuat pasal-pasal kontroversial. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan bahwa pimpinan Komisi III DPR meminta waktu satu pekan untuk mengesahkan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan.

Menurutnya, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI setelah disahkan di Komisi III DPR RI.

"Selanjutnya, persetujuan terhadap tindak lanjut pembahasan RUU Pemasyarakatan dan RKUHP, kami telah menerima dan berkoordinasi dengan pimpinan Komisi III DPR dan kami menunggu tindak lanjut dari pimpinan Komisi III DPR yang meminta waktu satu pekan dalam rangka pengesahan untuk dibawa ke tingkat 2 (Rapat Paripurna)," kata Azis saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (2/4).

Menyikapi, Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery meluruskan kabar bahwa pihaknya disebut akan membahas dan mengesahkan RKUHP dalam sepekan. Herman mengatakan komisinya hanya meminta izin kepada pimpinan DPR RI untuk melanjutkan pembahasan RKUHP. Hal itu disampaikan usai mereka rapat dengan Yasonna beberapa waktu lalu.

"Bukan untuk mengambil keputusan tingkat dua (paripurna). Jadi tidak mungkin selesai dalam waktu seminggu. Mungkin Pak Azis (Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin) salah dalam menyampaikannya," kata dia pada Kamis (3/4) malam.


[Gambas:Video CNN]
Yasonna sendiri pernah mengajak Komisi III DPR membahas ulang 14 pasal kontroversial dalam RKUHP.

"Bahwa ada beberapa substansi yang perlu kita bicarakan ulang, itu kita bicarakan ulang," kata Yasonna dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada 28 November 2019.

Menurut dia, terdapat kesalahpahaman di publik dalam merespons 14 poin di RKUHP. Yasonna berpendapat kesalahpahaman itu terjadi karena publik menanyakan tujuan pembuatan pasal yang seharusnya tidak ditanyakan.

(mts/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER