Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Asisten Operasi Panglima TNI Marsekal Pertama Jorry S. Koloay mengatakan ekspor Alat Pelindung Diri (
APD) dan
masker ke
Korea Selatan adalah bagian dari perjanjian bilateral dengan pemerintah Indonesia.
"Bahwa APD itu adalah perjanjian bilateral, perdagangan antara Korea Selatan dengan Indonesia. Jadi produksi dari perusahaan Korea, pabrikan Korea yang ada di Indonesia," kata Jorry saat dihubungi melalui telepon, Selasa (14/4).
Jorry mengatakan, APD itu merupakan peralatan medis yang diproduksi di Indonesia hanya saja bahan dan peralatannya memang berasal dari Korea. APD tersebut juga disebar di beberapa daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barang-barang ini, kata Jorry, juga hendak diekspor ke Korea Selatan sesuai dengan perjanjian dagang antara dua negara. Hanya saja dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa sebagian dari barang itu tetap dan bisa digunakan di Indonesia.
"Dia produksi dengan catatan perjanjian itu adalah sebagian diekspor ke Korea, sebagian digunakan di Indonesia," katanya.
Menurut Jorry, dalam perjanjian itu tercantum persentase barang yang boleh diekspor dari Indonesia ke Korea. Bila salah satu negara tidak mematuhi aturan tersebut dengan alasan apapun, maka salah satu pihak telah mengingkari perjanjian yang telah ditetapkan.
"Ada konsekuensi. Itu dari perjanjian itu dia (Korea Selatan) kirimkan bahan baku yang standar internasional. Kalau dia tidak dikirimi ekspor ya sudah kita konsekuensinya tidak akan dapat bahan baku yang standar sertifikat itu," katanya.
"Nah sekarang terserah kita. Kalau kita enggak mau kirim dan pakai sendiri berarti ya ada satu tidak
commit di situ, konsekuensinya ya tidak akan dikirim bahan baku," jelasnya.
Komisi IX DPR RI sempat mendesak Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Keuangan agar meminta Polri mengusut dugaan ekspor sebanyak 1,2 juta alat pelindung diri (APD) penanganan virus corona (Covid-19) ke Korea Selatan (Korsel).
 (CNN Indonesia/Fajrian) |
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Melki Laka Lena mengatakan, ekspor sebanyak 1,2 juta APD ke Korsel ini sempat mendapatkan sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi IX DPR dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K Lukito.
Sebelumnya ada dugaan ekspor APD dilakukan secara ilegal. Dugaan ini lantaran dokumen HS Code untuk ekspor APD, tidak sesuai dengan barang yang dikirim.
Dalam dokumen tersebut, tercatat barang yang diekspor di antaranya adalah garmen dan aksesoris bayi, mantel panjang, serta jubah serat.
APD yang diekspor oleh enam perusahaan tersebut sempat ditahan pihak Bea Cukai. Namun akhirnya lolos dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok.
(tst/ayp)
[Gambas:Video CNN]