Jakarta, CNN Indonesia -- Centre for Strategic and International Studies (
CSIS) memprediksi risiko penyebaran
virus corona (Covid-19) akan semakin tinggi jika tren mudik tinggi. Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah khusus dari pemerintah agar penyebaran virus corona tidak kian masif.
Hal tersebut dikemukakan oleh dua peneliti CSIS, Ega Kurnia Yazid dan Fadli Jihad Dahana Setiawan dalam sebuah jurnal yang berjudul 'Game Theory di Balik Dilema Mudik Lebaran saat Pandemi Covid-19'.
Jurnal tersebut merupakan hasil analisis mengenai dilema mudik lebaran saat wabah virus corona menggunakan teori permainan (
game theory) yang bersifat makro dengan berasumsi ceteris paribus, yang menunjukkan pilihan akhir sejumlah masyarakat akan tetap mudik dalam kondisi pandemi corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan kata lain, di tengah pandemi Covid-19 ini, tetap akan ada pemudik dalam jumlah besar, apabila sikap yang diambil pemerintah tidak tegas," tulis jurnal tersebut, seperti dikutip
CNNIndonesia.com pada Sabtu (18/4).
Dalam jurnal tersebut, dua peneliti menjelaskan, di tengah pandemi bisa saja para perantau ini membawa pulang virus corona ke kampung. Terutama bagi perantau yang yang terinfeksi tanpa gejala atau
asymptomatic carrier.
 Mudik merupakan tradisi masyarakat Indonesia menyambut Idul Fitri. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya) |
Bahkan, beberapa kasus luar wilayah episentrum di Indonesia berasal dari anggota keluarga yang memiliki catatan perjalanan ke Jakarta sebagai wilayah episentrum penyebaran corona di Indonesia.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan, tren pertumbuhan kasus di luar wilayah episentrum terus meningkat. Ini khususnya setelah 22 hari sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus corona pertama di Indonesia atau memasuki minggu kedua setelah imbauan untuk melakukan praktik
social distancing.
Kedua peneliti menilai, praktik tersebut belum efektif sepenuhnya, karena penyebaran tetap terjadi dan setelahnya tren penyebaran di luar wilayah Jakarta berkembang pesat. "Bahkan mencapai 50 persen proporsi kasus nasional pada hari ke-30," demikian dikutip dari jurnal tersebut.
Pemerintah sebetulnya sudah menjalani berbagai upaya untuk mengantisipasi tren tersebut, mulai dari melarang aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri serta pegawai BUMN tidak mudik, hingga pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun, selama tidak ada larangan tegas, atau penegakan protokol dan pendataan bagi pemudik secara sistematis maka perantau pada umumnya cenderung tetap akan mudik.
Pilihan Konsekuensi PemerintahDari analisis yang dipaparkan, memilih melarang atau membatasi masyarakat untuk mudik sama-sama memiliki konsekuensi yang harus dihadapi. Jika memilih melarang mudik, artinya pemerintah harus bertanggung jawab atas kehidupan layak bagi orang-orang yang berada di wilayah episentrum.
Pemerintah dapat menyegerakan larangan mudik sekaligus pemberian bantuan langsung tunai di wilayah episentrum. CSIS mengasumsikan,setidaknya terdapat 1,05 juta masyarakat dari kalangan bawah dan rentan di Jakarta yang harus menjadi penerima BLT.
"Apabila angka ini dikalikan dengan jumlah UMP Jakarta secara kasar yaitu Rp4 juta, maka total biaya untuk BLT yang harus diberikan adalah sebesar Rp4,2 triliun," ujarnya.
CSIS menyebut perlu ketegasan dari pemerintah untuk menindak para masyarakat yang melanggar aturan mudik. Ketegasan diperlukan untuk mengeliminasi kemungkinan warga yang memaksa untuk mudik.
Sementara itu bila pemerintah memilih untuk membatasi mudik, hal ini akan relatif lebih berisiko dalam penyebaran virus corona.
CSIS menyebut pemerintah harus menjamin pendataan pemudik yang terstruktur, masif, dan sistematis, serta menjamin sebagian kecil warga rentan hingga miskin di wilayah episentrum. Dengan opsi pembatasan mudik, asumsi pemberian bantuan BLT menurun dan hanya dibutuhkan sekitar Rp1,3 triliun.
Jika pemerintah memilih membatasi arus mudik, CSIS menilai pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas karantina untuk pemudik selama 14 hari. Selain itu, pemerintah juga perlu membatasi jalur mudik menjadi satu pintu tiap moda atau jalur transportasi untuk mempermudah pendataan arus pemudik.
CSIS menilai masyarakat juga bisa berperan dalam memutus wabah virus di tengah dilema mudik. Misalnya, dengan cara antarwarga harus memberikan informasi bahwa dirinya tidak mudik.
(dmi/ptr)
[Gambas:Video CNN]