Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyebut konflik lahan warga lingkar
pertambangan berpotensi meningkat karena pengesahan Revisi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (
UU Minerba).
"UU itu akan menyebabkan konflik warga meningkat, ada 71 konflik tercatat dalam 2014-2017 yang luasan konfliknya kalau kita hitung mencakup 925 ribu hektare atau setara 2 kali luas Brunei Darussalam," kata Merah dalam sebuah diskusi daring, Rabu (13/5).
Selain meningkatkan potensi konflik, ia juga menyebut UU Minerba dapat mengancam ruang hidup masyarakat hingga mengecilnya partisipasi komunikasi publik lingkar tambang, karena pada proses pengesahannya ditemukan beberapa kecacatan dari periode waktu yang terburu-buru dan pemutusan sepihak tanpa ada diskusi dari warga lingkar tambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merah menyebut UU Minerba tak lebih dari sekadar titipan pengusaha batu bara yang memiliki lebih dari 1.700 izin tambang yang berada di kawasan hutan lindung, 3.712 izin tambang berada di hutan produksi, 2.289 berada di kawasan hutan produksi terbatas, serta 369 tambang berada di kawasan cagar alam dan konservasi.
Alih-alih menguntungkan rakyat setempat, Merah mengaku seluruh kegiatan tambang tersebut merugikan warga karena beberapa diantaranya terhubung dengan kawasan bencana.
"Kami juga mencatat 783 tambang terhubung dengan kawasan bencana, yang menyebabkan banjir, longsor dan kawasan rawan gempa," kata Merah.
Merah menyimpulkan RUU Minerba hanya sebagai pelindung yang menjawab kebutuhan atas kegentingan perusahaan batu bara, dan sama sekali tidak ada pembahasan fundamental yang menjawab permasalahan di lapangan selama ini.
"Kami anggap UU ini tidak layak disebut UU bahkan lebih cocok disebut memo atau sejenis kartu garansi karena isinya kita cek hanya klausul garansi dan jaminan kenyamanan pada pengusaha," imbuhnya.
Sementara itu, anggota koalisi sekaligus Ketua Divisi Kampanye dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arip Yogiawan menyebut pihaknya telah berencana mengajukan gugatan judicial review atau uji materi beberapa pasal yang akan digugat terkait dengan jaminan perpanjangan izin, kewajiban reklamasi pasca tambang hingga hilangnya pasal sanksi pidana terhadap pengusaha.
"Hampir 70 persen konten Undang-undang baru Minerba ini layak di-
judicial review," ujarnya masih dalam diskusi daring yang sama.
Terkait perpanjangan izin pertambangan, gugatan akan diajukan lantaran Pasal 47 Revisi UU tersebut memungkinkan perusahaan pertambangan untuk memperpanjang izin tanpa perlu mengikuti lelang dari awal.
Di samping itu, Pasal 169 A yang berisi jaminan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengelolaan Batubara (PKP2B) akan diperpanjang menjadi IUPK juga akan digugat.
Sebagai informasi, UU Minerba telah rampung direvisi melalui Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (12/5) kemarin. Sebelumnya, Revisi UU (RUU) Minerba masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
(khr/sfr)
[Gambas:Video CNN]