Dua Kejanggalan Kasus Anarko Versi LBH: Advokasi dan Delik

CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2020 00:12 WIB
Ilustrasi penjara
Ilustrasi kriminalisasi. (Wikimedia Commons/Barnellbe)
Jakarta, CNN Indonesia -- Advokat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Saleh Al-Ghiffari menyebut setidaknya ada dua kejanggalan penanganan kasus vandalisme 'kill the rich' di Tangerang yang diklaim dilakukan oleh kelompok anarko sindikalis.

Kejanggalan pertama, ia mengungkapkan polisi menghalang-halangi proses pendampingan hukum terhadap empat orang yang ditangkap terkait aksi vandalisme kelompok anarko di Kota Tangerang.

"Temen-temen ini tahu yang mereka percaya adalah LBH, dan advokasi lain, tapi akses ini diputus," kata dia, dalam konferensi online, Rabu (20/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alih-alih memberi akses terhadap LBH Jakarta untuk menjadi kuasa hukum para tersangka, katanya, polisi justru menunjuk kuasa hukum untuk mereka secara sepihak. Padahal, keputusan itu tidak mendapat persetujuan keluarga.

LBH Jakarta sebelumnya juga sudah meminta kepada pihak Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut agar bisa memberikan pendampingan. Sempat disetujui, akses itu kini diputus secara sepihak. Berdasarkan pengakuan polisi, katanya, hal itu dilakukan agar tidak menghalangi kepentingan aparat.

"Ternyata mereka ini, untuk kepentingan proses, sudah memakai kuasa hukum yang ditunjuk," jelasnya.

"Dapet info kita diputus kuasanya. Anak-anak ini diintimidasi. Padahal prosedur pemindahan sebelumnya udah dipenuhi," lanjutnya.

Yeni Wulan Sri, orang tua dari salah satu tersangka, mengaku sejak awal tak mudah untuk bertemu anaknya usai penangkapan itu. Bahkan, kabar penangkapan terhadap anaknya baru diketahui tiga hari kemudian.

Polda Metro Jaya melakukan konferensi pers untuk mengungkap aksi vandalisme yang terjadi di Tangerang Kota oleh kelompok Anarko, Jakarta, Sabtu (11/4).Polisi menjerat para tersangka dengan pasal 160 soal penghasutan, padahal efek penghasutannya, seperti kerusuhan, tidak terjadi hingga kini. (Dok. Humas Polda Metro Jaya)
Wulan juga menyatakan tidak diberitahu oleh perihal pendampingan hukum usai penangkapan terhadap anaknya.

"Enggak ada. Makanya kita minta LBH," ujar Wulan dalam konferensi daring tersebut.

Kejanggalan kedua, lanjut Saleh, adalah bahwa kasus tersebut menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, pasal yang dikenakan terhadap para pihak itu, yakni Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, sudah ditetapkan termasuk delik materiil.

Delik ini berarti memerlukan akibat lebih dulu atau tindak pidana lainnya. Lawannya adalah delik formil yang berarti delik yang tak perlu ada akibat lebih dulu, misalnya pencurian.

"Menurut putusan MK, bahwa pasal yang dituduhkan harus ada dampaknya," ujar dia.

Sementara, menurut Saleh, dugaan polisi terkait aksi penjarahan massal yang akan dilakukan oleh kelompok anarko ini hingga kini tidak bisa dibuktikan.

"Kalau polisi punya teori konspirasi soal anak-anak ini, sebagai anarko sindikalis mana penjarahannya?" cetus dia.

Dalam Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009 atas pengujian Pasal 160 KUHP tentang penghasutan disebutkan bahwa pasal itu merupakan delik materiil, bukan delik formil. Artinya, seseorang baru bisa disebut menghasut jika apa yang dia lakukan memunculkan tindak pidana lain seperti kerusuhan.

Sejumlah fasilitas publik jadi 'korban' vandalisme oleh pada aksi yang berujung rusuh di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).Aksi vandalisme. (CNN Indonesia/Aini Putri Wulandari)
Kasus ini bermula saat polisi menangkap lima orang yang diduga akan melakukan penjarahan massa di Tangerang, pada 17 April. Polisi kemudian menyematkan label anarko sindikalis pada mereka.

Dalam aksinya, para pelaku menuliskan kalimat provokasi, 'kill the rich', 'sudah krisis, saatnya membakar', hingga 'mau mati konyol atau melawan'. Tulisan itu dibuat oleh para pelaku di tiang listrik hingga tembok rumah.

Dua dari lima orang yang ditangkap itu, yakni A dan R, telah dijatuhi vonis 4 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang.

Polisi mengklaim sudah tiga kali berupaya melakukan mekanisme diversi atau pengalihan perkara anak dari pidana ke hukuman lain bagi keduanya namun ditolak pengadilan.

Sementara, tiga orang lainnya masih dalam proses pemberkasan oleh kepolisian.

(thr/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER