Jakarta, CNN Indonesia -- Mata perempuan paruh baya itu sudah sembab. Berkali-kali ia menyeka air yang keluar begitu saja dari kedua matanya.
Ida, perempuan berusia 86 tahun itu, tak kuasa membendung air matanya saat membayangkan kondisi ia dan keluarga di hari raya Idulfitri kali ini. Kekecewaan, rasa frustrasi, tapi juga harapan terus dirapal ibu empat anak itu.
"
Dapet telor dikocok buat anak bersyukur buat Lebaran. Buat lebaran belum ada apa-apa ini. Belum ada. Demi Allah. Demi Rasulullah.
Pengen netes air mata ibu ngomong," kata dia kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (19/5) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teriak juga Jokowi enggak bakalan (dengar). Mau ngomong (sambil) teriak juga, enggak bakalan."
Sang adik, Ika (48), hanya bisa termangu melihat kakaknya begitu emosional. Ia tampak menahan emosinya, walau kondisinya sebenarnya tak jauh berbeda dari kakaknya saat Lebaran kali ini.
Pemandangan itu hanya disaksikan sekilas oleh warga yang lalu lalang menyesaki Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat Ida dan Ika mengais rezeki di tengah pandemi Covid-19.
Sementara itu, di lobi Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Ryana tengah menyiapkan berkas penerbangannya. Perempuan asal Indramayu, Jawa Barat, itu akan pergi ke Taiwan untuk menjadi buruh migran.
Tekad Ryana (38) sudah bulat kendati ia dipastikan tak akan merayakan Lebaran kali ini bersama suami dan anaknya yang masih balita.
"Demi anak," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (14/5).
Ida, Ika, dan Ryana, merupakan tiga dari sejumlah masyarakat yang memanfaatkan kelonggaran sektor transportasi di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
 Ilustrasi bandara. (Istockphoto/ShutterOK) |
Meski pemerintah masih melarang pedagang di Tanah Abang untuk berjualan, Ida dan Ika nekad. Katanya, toh Satpol PP juga tidak galak melakukan penertiban.
Camat Tanah Abang, Yassin Pasaribu, sendiri menganggap salah satu penyebab keramaian di Pasar Tanah Abang adalah moda transportasi yang masih diperbolehkan beroperasi.
"Kalau memang PSBB sarana transportasi ditutup, mungkin enggak ada yang datang ke sini. Tidak akan ada. Karena kalau sudah transportasi dibuka, sampai lah ke sini. Dari ujung Sukabumi, dari mana-mana," katanya.
Sementara itu, program pemerintah untuk pengetatan pemeriksaan penumpang, nampaknya tak beriringan dengan situasi Ryana. Nyatanya, ia tetap mulus melenggang melewati posko pengawasan aparat bandara.
"Cek paspor aja. Sama itu suhu badan," katanya.
Pemerintah GagapSetelah menutup secara total arus lalu lintas moda transportasi umum di awal penerapan PSBB, pemerintah belakangan melonggarkan aturan tersebut.
Dalam Surat Edaran Tim Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 itu, pemerintah mengecualikan kategori warga yang boleh melakukan perjalanan ke luar kota untuk kepentingan dinas pekerjaan atau mengunjungi keluarga sakit.
Belum lama ini, pemerintah mengumumkan rencana pelonggaran PSBB di sejumlah daerah. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas kurang dari sepekan lalu menyatakan telah menyiapkan skenario pelonggaran PSBB.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga menyampaikan bahwa pemerintah berencana melonggarkan penerapan PSBB agar masyarakat tak terkekang dan dapat mencari nafkah.
Rencana pelonggaran PSBB terus mengemuka seiring rencana pemerintah yang meminta warga untuk hidup berdamai dengan corona atau kerap disebut the new normal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut pemerintah kini tengah menyiapkan skenario untuk kembali membuka sektor usaha di tengah pandemi virus corona.
"Ada standar operasional baru (SOP), di mana SOP itu akan dikoordinasikan dengan satuan tugas (satgas) covid-19 (virus corona)," ucap Airlangga dalam konferensi pers lewat video, Senin (18/5).
Menanggapi hal itu, analis kebijakan dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, menganggap pemerintah sudah lelah mengatasi penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Trubus melihat gelagat itu dari sejumlah kebijakan pemerintah yang justru kerap kontradiktif selama mengatasi pandemi global ini sehingga terlihat gagap.
"Jadi yang muncul itu kebijakannya gagap. Bingung. Jadi akhirnya yang terjadi di bandara itu menumpuk, penumpang sampe berjubel baik pertama juga seperti itu," kata dia saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Kamis (22/5).
[Gambas:Video CNN]Lebih lanjut, Trubus menganggap kondisi itu diperparah dengan begitu banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama mengatasi wabah ini. Masyarakat pun kian bingung.
"Over-regulated. Itu aturannya banyak sekali, yang di mana masyarakat itu banyak enggak paham. Enggak ngerti," kata dia.
Ia juga menyoroti penerapan PSBB di sejumlah daerah yang menurutnya tidak efektif dan justru sia-sia. Sebaliknya, ada sejumlah daerah yang tak menerapkan PSBB, tapi cukup berhasil mengendalikan penyebaran virus corona.
Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya. Menurut Trubus, meski tak menerapkan PSBB, DIY cukup berhasil menekan laju penyebaran Covid-19.
Menurutnya, kondisi tersebut bisa tercapai karena kesadaran terus dibangun di tengah masyarakat, layaknya yang terjadi di Bali dan Tegal.
Trubus juga mengingatkan pemerintah soal rencana penerapan the new normal saat curva penyebaran yang tak kunjung menunjukkan penurunan. Dengan the new normal, maka pemerintah, kata Trubus, juga harus siap dengan lonjakan kasus yang tak akan bisa dikendalikan.
"Jadi menurut saya, harusnya tidak diperlukan pelonggaran larena itu malah menimbulkan tingginya angka penyebaran Covid-19," ujarnya.
(thr/has)