Yogyakarta, CNN Indonesia -- Rektor Universitas Gadjah Mada (
UGM), Panut Mulyono menyatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum atas oknum dosen berinisial BPW yang dilaporkan Guru Besar Universitas Islam Indonesia (
UII), Ni'matul Huda ke Polda DIY, pada Selasa (2/6).
BPW dipolisikan atas tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah melalui tulisan opini terkait diskusi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Meski begitu, Panut juga menyatakan, UGM akan memberikan bantuan hukum terhadap BPW sebagai bagian dari civitas akademika UGM. Hal itu guna menjamin proses hukum nantinya dapat berjalan dengan adil, sesuai dengan aturan yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi UGM akan melakukan pendampingan hukum bukan untuk mencampuri penyelidikan atau penyidikan oleh aparat hukum," kata Panut kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (2/6).
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda DIY, Yuliyanto membenarkan bahwa ada laporan resmi yang masuk ke Polda DIY dari salah satu Dosen UII Yogyakarta atas dugaan penghinaan, ancaman, dan pencemaran nama baik.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dan saksi-saksi dalam kasus tersebut. Mereka akan dimintai keterangan dalam pemeriksaan nanti.
"Apabila nanti hasil dari penyelidikan itu bisa kami naikkan ke tingkat penyidikan, maka kami akan lakukan itu," jelas Yuli.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Ni'matul Huda didampingi Forum Advokat Alumni (FAA) dan LKBH UII melaporkan Dosen UGM berinisial BPW ke Polda DIY.
Dalam Berkas Laporan bernomor 08/Non-Lit./LKBH/VI/2020 tertanggal 2 Juni 2020 itu, Ni'matul selaku pelapor manyampaikan ada dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap dirinya yang dilakukan oleh sejumlah orang melalui pesan Whatsapp berupa ancaman. Termasuk, fitnah dari BPW yang menuduhnya melakukan makar.
Tuduhan tersebut disampaikan dalam bentuk opini yang dimuat oleh sebuah media
online nasional pada 28 Mei 2020.
Menurutnya, tulisan opini yang kemudian viral tersebut mengandung muatan yang sifatnya penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah, dan merupakan berita bohong yang melanggar hukum.
"Pelapor sangat memahami tema seminar, dari segi akademis memang bisa dikaji. Mengingat, masalah itu juga diatur dalam konstitusi, khususnya pasal 7A UUD 1945 setelah perubahan ketiga," tulisnya dalam berkas laporan tersebut.
Secara teoritis, jelasnya, pemberhentian Presiden itu memang dimungkinkan, meskipun dengan persyaratan yang limitatif dan sangat sulit dipenuhi.
Pada kesempatan tersebut, koordinator FAA UII, Aprillia Supaliyanto menambahkan, pihaknya juga sedang mengkaji dan mempertimbangkan kemungkinan untuk melaporkan media
online yang memuat opini dari oknum dosen UGM itu ke Dewan Pers.
Ancaman, fitnah, dan pencemaran nama baik itu bermula ketika Ni'matul disebut akan menjadi pembicara dalam Diskusi Daring yang digelar Masiswa Constitutional Law Society (CSL) FH UGM, dengan judul 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang kemudian direvisi menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Semestinya, acara diskusi virtual itu digelar pada 29 Mei 2020. Namun, pada 28 Mei 2020, sebuah media
online menerbitkan opini dari dosen UGM berinisial BPW yang pada intinya berisikan tuduhan makar yang akan dilakukan melalui diskusi tersebut.
Tuduhan BPW yang kemudian viral itu berujung pada teror dan ancaman dari orang-orang tak dikenal, salah satunya terhadap Ni'matul sebagai calon pembicara dalam diskusi CLS yang akhirnya batal tersebut.
(sut/osc)
[Gambas:Video CNN]