Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai penumpukan penumpang KRL serta kemacetan lalu lintas di Jakarta adalah implikasi dari kehendak berbeda antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Akibatnya, protokol kesehatan pencegahan virus
corona (Covid-19) tidak bisa dilakukan secara optimal.
Pemerintah pusat ingin
new normal diterapkan, sementara Pemprov DKI memilih memperpanjang pembatasan sosial berskala besar (
PSBB) dengan sejumlah kelonggaran atau PSBB Transisi.
"Ini yang membingungkan masyarakat. Akibatnya pas dibuka terjadi penumpukan, protokol kesehatan tidak bisa ditegakkan," ujar Trubus saat dihubungi, Senin (8/6).
Diketahui, pemerintah pusat ingin 4 provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Gorontalo lebih dahulu menerapkan new normal. Menurut Trubus, ketika pernyataan itu disampaikan pemerintah pusat, masyarakat lantas menganggap PSBB di Jakarta sudah tidak berlaku lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang PSBB mulai 5 Juni lalu. Ada sejumlah kelonggaran di beberapa sektor mulai dari sektor transportasi, perkantoran, hingga tempat ibadah.
Akan tetapi, pada Senin kemarin (8/6), penumpang KRL (commuter line) membludak seiring aktivitas perkantoran yang dibuka kembali. Antrean panjang mengular di beberapa stasiun penyangga ibu kota, seperti Bekasi, Depok, hingga Bogor. Penumpang berdempet-dempetan tak terpikir untuk menjaga jarak.
Trubus menilai itu merupakan dampak dari masyarakat yang sudah menganggap PSBB sudah tidak berlaku lagi, sehingga kembali ke rutinitas seperti biasanya. Padahal, meski ada sejumlah kelonggaran dalam PSBB Transisi, tetap saja judul besarnya adalah pembatasan sosial berskala besar.
Trubus khawatir penumpukan penumpang di transportasi publik justru akan menimbulkan klaster baru Covid-19. Untuk itu, ia mendorong Pemprov DKI mengevaluasi dan mengawasi secara ketat agar protokol kesehatan di transportasi publik tetap berjalan.
"PSBB transisi enggak akan efektif juga, apalagi sekarang justru dibuka semua sektor. Solusinya ya monitoring, evaluasi, dan sanksi tegas jika ada yang melanggar," ucap Trubus
 Antrean panjang calon penumpang terjadi saat aktivitas perkantoran di Jakarta dibuka kembali saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi berlaku ( ANTARA FOTO/ARIF FIRMANSYAH) |
Rencana penerapan ganjil genap bagi sepeda motor mau pun mobil di masa PSBB transisi juga dinilai Trubus tak jelas. Ia menduga rencana itu dilakukan untuk mendorong warga naik transportasi publik.
Namun dengan upaya pembatasan kapasitas penumpang, Trubus mengatakan keinginan warga naik kendaraan umum sulit dilakukan. Pemerintah provinsi DKI Jakarta sendiri tak menyediakan alternatif angkutan umum lain yang dapat menjadi pilihan warga.
"Ini membingungkan lagi aturan ganjil genap, karena transportasi umum hanya muat 50 persen. Sekarang aja numpuk begitu," katanya.
Mengenai hal ini, Pemprov DKI memang berencana menerapkan ganjil genap terhadap mobil dan sepeda motor pribadi. Namun, belum resmi diterapkan.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mengatakan kebijakan PSBB transisi ini memang menimbulkan kebingungan di masyarakat. Anies dinilai belum mau mengakhiri PSBB namun juga enggan menerapkan new normal.
"Saya juga bingung PSBB transisi tuh apa. Presiden Jokowi bilang new normal tapi ini Anies dua-duanya, PSBB tapi transisi. Pak Anies suka bikin bingung. Dia memang bandel, selalu ingin beda dengan kebijakan pemerintah pusat," tuturnya.
Tigor menilai, pemprov DKI saat ini mesti fokus pada upaya perbaikan fasilitas transportasi publik. Sebab, transportasi publik seperti KRL dan bus Transjakarta saat ini menjadi layanan transportasi yang paling banyak digunakan warga.
"Sebaiknya tidak perlu ganjil genap, justru yakinkan masyarakat naik angkutan umum massal itu aman, sehat. Diatur agar protokol kesehatan tetap berjalan," katanya.
Terlepas ada perbedaan kehendak antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI, Azas menilai saat ini lebih penting untuk memaksimalkan transportasi publik. Menurutnya, saat ini masyarakat sudah terlanjur menganggap rutinitas bisa kembali dilakukan seperti biasa.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, kata dia, adalah dengan menambah headway atau jarak antarkereta untuk menghindari penumpukan penumpang. Petugas juga harus tegas dalam menerapkan protokol kesehatan pada penumpang seperti memakai masker hingga menjaga jarak.
"Pengawasan harus jalan, phsyical distancing harus jalan. Itu yang harus ditegakkan. Kalau sampai hari ini kan orang masih tumplek, harus diperketat," ucapnya.
(psp, bmw/ugo)
[Gambas:Video CNN]