Data Tak Sinkron Penerima Bansos Capai 20 Juta Orang

CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2020 17:12 WIB
Pekerja menata bantuan paket sembako dan beras dari Presiden Jokowi di Gudang Koperasi Rasra, Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Kamis (14/5/2020). Pemerintah pusat mendistribusikan sebanyak 123.881 paket sembako bagi masyarakat Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kota Depok guna meringankan beban ekonomi di tengah pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Pemerintah menyatakan ada 20 juta data kependudukan yang tak sinkron dengan data penerima bantuan sosial yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). (Foto: ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyatakan ada 20 juta data kependudukan yang tak sinkron dengan data penerima bantuan sosial yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Selama pandemi covid ini, kita harap menjadi momentum perbaiki DTKS, di mana masih banyak nomor induk kependudukan yang belum sinkron. Masih ada 20 juta nama yang belum sinkron," ujar Muhadjir dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (17/6).

Muhadjir mengatakan data ini akan menjadi sasaran untuk penyempurnaan data yang masuk DTKS sesuai dengan data kependudukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pihaknya juga bakal merapikan data yang berstatus inclusion error dan exclusion error, yakni orang miskin yang belum masuk dalam data penerima bantuan. Maupun kondisi sebaliknya, orang yang tidak miskin namun selama ini masuk dalam DTKS.

"Bisa terjadi akibat perubahan status sosialnya. Nanti akan kami keluarkan," katanya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bakal memverifikasi DTKS dengan menyinkronkan melalui data kependudukan yang dimiliki Kemdagri. Tito mengklaim saat ini 99 persen data penduduk Indonesia sudah terekam dalam database Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemdagri.

"99 persen WNI sudah terekam dalam database dukcapil. Kecuali beberapa daerah di pegunungan di Papua. Database ini menjadi data untuk menyempurnakan atau validasi data terpadu DTKS," jelasnya.

Data tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Kesehatan untuk verifikasi data penanganan pasien covid-19 dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk data peserta kartu prakerja.

"Kemudian juga beberapa daerah banyak yang akses data ini untuk penyaluran bansos di daerah masing-masing, seperti Jabar, Jatim, Semarang, dan sebagainya," ucap Tito.

Mantan Kapolri itu meminta para kepala daerah membantu mempercepat proses validasi data penerima bansos warga terdampak covid-19. Sebab, penyaluran bansos dari pusat tetap membutuhkan data dari daerah.

"Kami minta rekan-rekan kepala daerah memvalidasi data, karena persoalan data di tingkat pusat ini berlaku bottom up. Jadi data dari bawah, desa ke kelurahan, naik ke kecamatan, kabupaten, kota, provinsi baru pusat. Ini butuh koordinasi cepat," terangnya.

Tito mengakui bahwa penyediaan data ini merupakan pekerjaan yang sulit dilakukan. Namun ia menekankan bahwa kepala daerah memiliki diskresi untuk mensinkronkan data, memvalidasi dengan cepat, dan mengirimkan data ke pusat. "Ini memang ujian kepemimpinan dari teman-teman kepala daerah dalam situasi krisis seperti ini," ujarnya.

Tito memuji Bupati Banyuwangi Azwar Anas yang dinilai mampu memvalidasi data penerima bansos secara cepat dengan menampilkan di papan-papan kelurahan dan kecamatan secara terbuka. "Sehingga kalau ada yang protes segala macam itu semua terjaring di tingkat bawah dengan cepat dan diakomodasi," tutur Tito.

(ain/psp/ain)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER