Ratusan sopir truk logistik yang melakukan perjalanan ke Pulau Bali menggelar aksi protes menolak rapid test di pos pantau Terminal Sritanjung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (18/6) siang.
Beberapa dari mereka mendatangi kantor ASDP Ketapang mengeluhkan kebijakan baru itu karena biaya rapid test mencapai Rp400 ribu.
Dalam aksi itu, para sopir menutup akses pintu keluar terminal Sritanjung sebagai bentuk protes aksi mogok. Selain itu kemacetan sempat terjadi, truk logistik para sopir diparkir di sepanjang jalan dekat Terminal Sritanjung hingga mengular hampir 2 kilometer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap hari harus jalan dari Jakarta ke Lombok ya, itu hampir seminggu sekali, kalau [rapid test] kita berat dong. Bos tidak mau tahu, yang penting sampai di tempat, biaya pun berapa kita nanti yang keluar," keluh seorang sopir truk ekspedisi, Mujiono, dikutip dari siaran CNN Indonesia TV, Jumat (19/6).
Ia menyebut kebijakan baru itu merugikan pihaknya yang harus menanggung seluruh biaya pemeriksaan tanpa uang ganti dari atasannya.
"Lama-lama begini kita bukan mati corona, tapi mati kelaparan nanti keluarga," sambungnya.
Sejak Maret 2020, sopir truk logistik yang menyeberang ke Bali wajib melakukan rapid test gratis yang difasilitasi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali di Pelabuhan Gilimanuk. Namun, kebijakan teranyar yang diterapkan mulai Kamis (18/6), sopir truk logistik sudah harus membawa hasil rapid test non-reaktif secara mandiri.
Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah menerjunkan Satpol PP dan Petugas Dishub Bali di Banyuwangi untuk melakukan screening ketat terhadap masyarakat yang menuju ke Bali.
Sementara itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali menyatakan akan tetap menghapuskan fasilitas rapid test gratis meski mendapat protes dari sejumlah pihak.
"Kita dalam proses transisi, yang tadinya rapid ini dilakukan oleh Pemerintah sekarang secara bertahap semua pelaku perjalanan memang harus rapid secara mandiri," kata Kadishub Provinsi Bali Samsi Gunarta.
Meski mengaku prihatin, Samsi akan tetap menerapkan kebijakan terbaru itu dan meminta pemilik usaha logistik untuk membantu meringankan beban sopir.
"Harus bertanggung jawab bersama-sama, jangan semua dilimpahkan ke sopir," kata Samsi.
(khr/arh)