Massa aksi dari orang tua murid yang menggelar unjuk rasa di halaman Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6), tak menjaga jarak fisik. Mereka menggelar aksi memprotes aturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 yang disesuaikan berdasarkan usia untuk calon siswa baru jenjang SMP/SMA di Jakarta.
"Jaga jaraknya, jangan dekat-dekat," teriak seseorang menggunakan pengeras suara beberapa kali ke arah kerumunan.
Setiap diingatkan menjaga jarak, para peserta aksi memang merenggangkan barisan. Tetapi hanya sesaat untuk kemudian kembali berkerumun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tidak menerapkan social distancing, hampir semua peserta aksi mengenakan masker. Beberapa bahkan beratribut lengkap mulai dari masker, penutup wajah atau face shield, hingga sarung tangan.
Peserta aksi mendatangi ke Balai Kota DKI karena resah dengan kriteria usia pada PPDB 2020. Mereka khawatir anaknya tak bisa masuk sekolah yang dituju karena kalah bersaing dengan siswa yang lebih tua.
Keresahan ini pun makin menjadi ketika hasil seleksi PPDB jalur afirmasi DKI diumumkan. Pada jenjang SMA, siswa yang lolos berusia paling muda 15 tahun 4 bulan 12 hari dan yang tertua berusia 20 tahun 8 bulan 7 hari. Keduanya lolos di SMA Negeri 69 Jakarta.
Tak semua peserta aksi bergabung dalam kerumunan. Beberapa di antaranya memilih melipir menjauh dari kerumunan.
![]() |
Reza (46), salah satu peserta aksi, terlihat anteng duduk di pinggir jalan jauh dari kerumunan demonstrasi. Ia mengaku takut dekat-dekat dengan pengunjuk rasa lain yang tak satu domisili dengannya.
"Saya takut ini sebenarnya. Tapi ini demi anak. Anak saya enggak mau masuk [sekolah] swasta," ceritanya kepada CNNIndonesia.com di lokasi.
Ia mengikuti demonstrasi karena khawatir anaknya yang berusia 14 tahun dan akan masuk SMA, tak bisa masuk sekolah negeri karena ketentuan usia PPDB DKI Jakarta.
Reza mengaku dirinya termasuk sangat antipati dengan bahaya virus corona. Sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI, ia melarang semua anaknya keluar rumah.
Tiap keluar rumah pun ia selalu membawa perlindungan lengkap, mulai masker, sarung tangan, pelindung wajah sampai hand sanitizer.
"Dari rumah sampai ke kantor pun saya mandi dulu di kantor, ganti baju," kata Reza.
Meskipun kerap mengikuti aksi di masa mudanya, Reza tak terbayang bakal demo di tengah pandemi. Apalagi jika menimbang risikonya terpapar virus. Namun nasib pendidikan anaknya mengalahkan kekhawatiran itu.
Pengunjuk rasa lain, Ratu (40), datang dengan mengenakan masker dan face shield. Ia berdiri dekat kerumunan.
"Sudah mulai terbiasa, enggak seperti dulu. Karena aku sudah kerja normal, jadi sudah biasa," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Kendati mengaku sudah tak begitu khawatir, ia tetap antisipasi dengan mengikuti protokol kesehatan yang diserukan pemerintah. Ini mulai dari memakai alat pelindung sampai menjaga jarak.
Ratu mengaku ini pertama kalinya ia berunjuk rasa. Seumur hidup ia tak pernah menyuarakan orasi dan menuntut kebijakan pemerintah.
Ini dilakukan karena ia tak tega jika anaknya tak bisa masuk sekolah yang dituju. Anaknya berusia 15 tahun dan akan masuk jenjang SMA.
(fey/wis)