Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat angka penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam rentang Januari hingga akhir Mei di Kota Bandung mencapai 1.748 kasus dengan angka kematian 9 orang. Hal itu menjadikan Kota Bandung sebagai daerah dengan kasus DBD tertinggi di Jawa Barat.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung Rosye Arosdiani menyatakan Kota Bandung kerap berhadapan dengan DBD.
"Endemis, artinya memang banyak sekali kasus DBD yang terjadi di Kota Bandung, jadi banyak faktor penyebab, selain dipengaruhi faktor cuaca juga geografis," kata Rosye dikutip dari siaran CNNIndonesia TV, Rabu (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan secara geografis, Kota Bandung memiliki banyak cekungan. Di titik-titik cekungan itulah nyamuk bersarang saat musim penghujan.
Rosye menuturkan ada dua kelompok usia produktif yang kerap terjangkit. Mereka adalah anak dengan usia 5 hingga 14 tahun, kemudian kelompok usia produktif yakni usia 15 hingga 44 tahun.
Demi mencegah kasus DBD dengan kematian, Rosye mengingatkan kepada warga Kota Bandung untuk mempelajari dan mewaspadai gejala-gejala yang timbul saat terserang DBD, terutama siklus demam yang kerap bergejolak naik-turun.
"Demamnya seperti pelana kuda, demam terlihat sempat membaik, saat membaik sebenarnya trombosit turun, ini harus kita waspadai," tuturnya.
Sebagai upaya pencegahan maksimal, Dinkes Kota Bandung menginisiasi gerakan satu rumah satu jumantik dan fogging. Ia juga menjamin pelayanan di puskesmas dan rumah sakit berjalan normal meski di tengah pandemi virus corona (covid-19).
Saat DBD meningkat, angka positif corona di Kota Bandung stagnan. Pada 22 Juni lalu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung menyatakan wilayahnya mengalami penurunan kasus virus corona selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional.
Mengutip situs covid19.bandung.go.id, ada stagnasi kasus positif virus corona dari 13 Juni hingga 23 Juni.
Dalam rentang waktu itu, angka positif 384 orang. Angka kesembuhannya pun stagnan di angka 242, senada dengan angka kematian yang tetap berjumlah 40 kasus.
Selain Bandung, Kabupaten Tasikmalaya turut mencatat angka penderita DBD yang tidak sedikit. Dalam rentang Januari hingga Mei akhir setidaknya 500 orang menderita DBD, 11 diantaranya meninggal dunia.
Selain DBD, 11 Juni lalu sebanyak 90 warga di Kampung Bongas, Desa Sukakarsa, Kecamatan Sukarame, Tasikmalaya diduga terjangkit penyakit Chikungunya berdasarkan gejala yang dialami dalam sepekan terakhir.
Puluhan warga yang terjangkit itu berasal dari 30 kepala keluarga. Dalam satu KK, tiga hingga enam orang merasakan gejala demam, sakit kepala, nyeri sendiri hingga kelumpuhan sementara. Chikungunya tidak hanya menyerang orang dewasa, gejala ini juga dirasakan lansia dan balita.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mewaspadai dan mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penyakit DBD saat masa pandemi virus corona. Kemenkes menerima banyak laporan dari sejumlah provinsi terkait kasus DBD sekaligus Covid-19.
"Dari 460 kabupaten/kota yang melaporkan kasus DBD, sebanyak 439 kabupaten/kota juga melaporkan kasus Covid-19, jadi ini ada infeksi ganda," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di kantor BNPB, Jakarta, Senin (22/6) lalu.
Dalam laporan Kemenkes jumlah kasus DBD sudah mencapai 68 ribu kasus. Kasus DBD juga menyebabkan tingginya angka kematian. Kemenkes mencatat setidaknya ada 346 kasus meninggal dunia akibat DBD hingga Juni tahun ini.
(khr/wis)