Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuka peluang menambah jumlah siswa dalam rombongan belajar sebagai salah satu solusi polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI karena syarat usia.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Sutanto, dalam audiensi dengan perwakilan dari Forum Relawan PPDB DKI 2020, terdiri dari orang tua peserta PPDB dan Komnas Perlindungan Anak, yang berdemo di depan kantor Kemendikbud, Senin (29/6).
Menurut Sutanto, pihaknya sudah bertemu dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan mendiskusikan tiga solusi untuk PPDB DKI 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Solusi pertama, menambah jumlah rombongan belajar. Bentuknya, Dinas Pendidikan DKI bakal menambah jumlah siswa dalam rombongan belajar dari 28 siswa untuk SMP dan 36 siswa untuk SMA menjadi 40 siswa.
"Sebetulnya kami sudah praktik duluan, Jumat kemarin sudah bertemu Kadisdik (DKI Jakarta) di sini," ungkap dia dalam audiensi itu.
"Banyak yang disampaikan, kami juga dengarkan, cari solusinya. Nah antara lain yang dibahas, tapi belum keputusan ya mereka mau lihat angkanya dulu. Katanya akan menambah jumlah siswa dalam rombongan belajar," lanjutnya.
Berdasarkan Peraturan Mendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, Rombongan Belajar adalah kelompok peserta didik yang
terdaftar pada satuan kelas dalam satu Sekolah.
Solusi kedua, kata Sutanto, penambahan kelas pada setiap sekolah negeri. Meski begitu, solusi ini masih dibahas lebih lanjut. Sutanto mengatakan hingga kini Dinas Pendidikan DKI masih memperhitungkan jumlah siswa dan kapasitas tiap sekolah.
![]() |
Di samping itu, katanya, Disdik menyatakan daya tampung sekolah negeri di DKI sendiri hanya bisa menampung 40 persen lulusan dari tiap jenjang pendidikan sebelumnya.
Solusi ketiga, lanjut Sutanto, pemberian Kartu Jakarta Pintar (KJP) kepada siswa yang tak lolos sekolah negeri.
"Kami saran [KJP] ditawarkan ke orang tua, yang [berdomisili] dekat dengan swasta dimasukkan ke swasta tapi dibantu KJP, tapi dibayarkan ke sekolah swasta," tuturnya.
Merespons hal ini, perwakilan pedemo menilai Kemendikbud seharusnya menindak tegas Dinas Pendidikan DKI yang sudah menyalahi Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPDB dalam menetapkan aturan usia.
Dalam Permendikbud tersebut diatur bahwa jalur zonasi seharusnya mengutamakan jarak. Dan jika peserta memiliki jarak dari domisili ke sekolah yang sama, baru aturan usia dipakai.
Namun PPDB DKI justru mengutamakan faktor usia. Hal ini diduga karena pada situs PPDB yang ditampilkan sebagai faktor pemeringkat adalah usia, bukan hitungan jarak domisili ke sekolah.
"Bukan masalah mau ditambah [kuota atau kelasnya]. Tapi harusnya Kemendikbud bilang kamu [Disdik DKI] melanggar Permendikbud. Juknisnya salah. Enggak ada toleransi," ungkap Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Dhanang Sasongko.
Porsi Zonasi
Diketahui, Permendikbud No. 44 Tahun 2019 mengatur jalur zonasi mencakup minimal 50 persen kuota. Namun PPDB DKI jalur zonasi hanya mencakup 40 persen kuota sekolah.
Mendengar hal tersebut Sutanto sempat terkejut. Ia pun mencatat bahwa ada dua permasalahan PPDB DKI yang disampaikan peserta aksi, yaitu soal usia dan kuota jalur zonasi.
![]() |
"Oh mereka (kuota zonasi) 40 persen? Lho kan minimal 50 persen," responsnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyatakan aturan PPDB sudah sesuai Permendikbud No. 44 Tahun 2019. Ia juga menekankan bahwa PPDB DKI mengutamakan jarak. Jika kuota sudah terpenuhi, maka faktor penentu selanjutnya baru soal usia.
PPDB DKI sendiri masih berjalan untuk jalur prestasi akademik yang bakal dimulai 1 sampai 3 Juli 2020. Jalur ini bakal mengutamakan nilai rapor dengan kuota penerimaan 20 persen.
(fey/arh)