Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 diwarnai rentetan protes terutama terkait aturan usia yang dianggap menggagalkan banyak peserta berusia muda masuk sekolah negeri. Tawaran solusi menambah kuota siswa pun terlontar.
Mulanya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana menyebut bahwa seleksi calon siswa baru jenjang SMP dan SMA di wilayahnya tidak lagi berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN), tapi berdasarkan usia. Sebab, UN ditiadakan terkait pandemi Covid-19.
Hal itu diungkapkan dalam rapat telekonferensi bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pada Senin (11/5), diunggah dalam akun Youtube resmi Pemerintah Provinsi DKI, Jumat (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nahdiana menilai seleksi dengan pola usia itu memberikan kesempatan kepada siswa dari keluarga tak mampu dengan kemampuan akademis yang rendah.
Ketentuan ini diatur dalam Keputusan Kadisdik DKI No. 501 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.
Dalam keputusan diatur soal urutan faktor pertimbangan seleksi tiap jalur. Pada jalur zonasi dan afirmasi, usia tertua menjadi pertimbangan utama kelulusan dengan catatan sekolah sudah melebihi daya tampung. Pertimbangan berikutnya baru urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar.
Sementara, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 44 tahun 2019 tentang PPDB TK, SD, SMP, SMA dan SMK, menyebutkan seleksi PPDB SMP dan SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat, baru kemudian usia.
Hal berbeda diterapkan pada jenjang SD jalur zonasi dan perpindahan orang tua atau wali, yang tetap memberi prioritas pada faktor usia dan disusul jarak tempat tinggal ke sekolah.
![]() |
Forum Orang Tua Murid SMP kemudian memprotes aturan DKI itu dengan menemui Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Kamis (11/6).
Saguh, salah satu perwakilan Forum Orang Tua Murid SMP mengatakan, kriteria usia ini tidak adil dan diskriminatif kepada murid-murid yang umurnya lebih muda.
"Jadi diskriminatif, tidak adil, dan tidak mendorong objektivitas serta mengapresiasi prestasi yang sudah dikerjakan oleh siswa-siswa yang rajin," katanya, saat itu.
Aksi unjuk rasa para orang tua peserta PPDB berlanjut di halaman Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/6). Mereka meminta Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menghapus aturan itu. Namun, mantan Mendikbud itu tak juga bersuara.
Disdik DKI tetap menjalankan PPDB, Kamis (25/6) hingga Sabtu (27/6), dengan aturan prioritas usia. Alasannya, ketentuan itu sudah sesuai dengan Permendikbud. Selain keluhan soal aturan usia, laporan kendala teknis, seperti susah masuk situs, juga terjadi dalam PPDB ini.
Sebelumnya, Kepala Disdik DKI Nahdiana menyatakan aturan usia dinilai paling bisa mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat.
"Kriteria usia dalam PPDB [juga] mengacu pada Permendikbud No. 44 Tahun 2019," ujarnya, dalam konferensi pers, di Kantor Disdik DKI, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Jumat (26/6).
Ia juga menyebut mayoritas siswa yang lolos di PPDB DKI tetap yang berusia muda. Peserta di atas usia 18 tahun yang lolos jenjang SMA/SMK jalur zonasi dan afirmasi hanya ada 148 orang. Selain itu, tak ada siswa di atas 15 tahun yang diterima di PPDB SMP untuk dua jalur tersebut.
![]() |
Lebih lanjut Nahdiana menekankan PPDB jalur afirmasi dan zonasi mengedepankan jarak. Baru setelah itu mempertimbangkan usia.
Di tengah konferensi pers, seseorang yang mengaku orang tua peserta PPDB meneriakkan,"bohong!", kepadanya.
"Ini bohong [seleksi mempertimbangkan zonasi], ini seleksi hanya [mempertimbangkan] usia. Saya berani ditahan. Indonesia dibohongi," teriaknya, sambil mengacungkan telunjuk ke arah Nahdiana.
Ia mengaku anaknya memilih SMP negeri yang jaraknya hanya 600 meter dari rumah. Namun, anaknya, yang berusia 14 tahun 7 bulan, terpental karena faktor usia.
Para orang tua peserta PPDB, yang tergabung dalam Forum Relawan PPDB DKI 2020, kemudian kembali berdemo di depan Kemendikbud, Senin (29/6). Mereka meminta Kemendikbud membatalkan PPDB DKI karena melanggar Permendikbud.
Sekretaris Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Sutanto, dalam audiensi dengan para pedemo, menyebut pihaknya sudah meminta keterangan Dinas Pendidikan DKI soal polemik PPDB, pada Jumat (26/6), untuk menjelaskan duduk perkara banyaknya protes terkait.
Menurut Kemendikbud, pertemuan tersebut membahas kemungkinan tiga solusi untuk memperbaiki jalannya PPDB DKI.
Solusi pertama, menambah siswa dalam satu rombongan belajar alias kelas. Solusi kedua, penambahan kelas pada setiap sekolah negeri.
![]() |
Solusi ketiga, Disdik DKI memberikan Kartu Jakarta Pintar ke anak yang tidak lolos PPDB untuk membantu membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di sekolah swasta. Solusi ini merupakan saran dari Kemendikbud.
"Tapi belum keputusan ya, mereka (Disdik DKI) mau lihat angkanya dulu. Katanya akan menambah jumlah siswa dalam rombongan belajar," ungkap yang juga hadir dalam pertemuan dengan Disdik DKI.
Sejauh ini, belum ada keputusan apapun terhadap kisruh PPDB DKI 2020 ini.
Para orang tua peserta PPDB kini mengambil langkah pelaporan Kadisdik DKI Jakarta kepada Ombudsman.
(fey/arh)