HUT BHAYANGKARA

Duduk Manis Jenderal Polisi di Jabatan Sipil Era Jokowi

CNN Indonesia
Rabu, 01 Jul 2020 07:46 WIB
Personel Brimob Polri bersiap melakukan pengamanan di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/6/2019). Pengamanan dilakukan menjelang dan saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 digelar di MK. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Pati Polri yang dimutasi mengisi jabatan pubik dinilai dapat merusak generasi muda kepolisian. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).

Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyayangkan kebijakan mutasi pati Polri aktif ke jabatan sipil di level kementerian, lembaga negara, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, kebijakan ini tidak tepat karena akan melunturkan kepercayaan publik terhadap kementerian, lembaga, atau BUMN yang salah satu jabatannya diduduki oleh pati Polri aktif itu.

"Misalnya, dia di Kemenkumham ya Kemenkumham kurang mendapatkan public trust. Ini masalahnya kepercayaan publik," kata Trubus saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Senin (29/6).

Ia menyatakan kebijakan ini berpotensi melahirkan konflik internal di dalam kementerian, lembaga, atau BUMN yang ditempati pati Polri aktif tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, kebijakan ini juga telah berdampak pada menurunnya kinerja sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di beberapa kementerian selama masa pandemi virus corona (Covid-19), sebagaimana dikatakan Menteri Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, beberapa waktu lalu.

"Belakangan, seperti dikatakan Tjahjo, karena selama pandemi banyak ASN tidak kerja maksimal lalu mau dilakukan pemangkasan [bisa jadi] termasuk ada polisi ini bikin ASN kurang bekerja. Ada faktor orang luar, padahal posisi itu yang diharapkan mereka [ASN] yang dari bawah," ucapnya.

Berangkat dari itu, Trubus menyarankan agar Polri melakukan pembenahan. Ia menyadari jumlah jabatan di lingkungan Polri tidak cukup untuk menampung banyaknya pati Polri aktif saat ini.

Namun, dia menegaskan, hal itu tidak bisa menjadi dalih memutasi pati Polri untuk menduduki jabatan sipil. Menurut Trubus berbagai langkah seperti moratorium perwira yang hendak mengikuti pendidikan, pembentukan organisasi baru di lingkungan Polri, atau penawaran pensiun dini terhadap pati Polri yang tidak mendapatkan jabatan di lingkungan Polri bisa menjadi solusi.

"Organisasi digemukan saja untuk menampung mereka yang sudah senior," ucap Trubus.

Merusak Generasi Muda Polri

Senada, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan mutasi pati Polri ke jabatan sipil merupakan kebijakan yang tidak sehat dan berpotensi merusak generasi muda Polri.

Menurutnya, kebijakan ini bisa membuat generasi muda di Polri semakin erat dengan hubungan yang bersifat politik dan tidak menjaga profesionalisme sebagai polisi.

"Ini sangat tidak sehat untuk Polri dan pemerintah karena ke depan generasi muda Polri tidak menutup kemungkinan akan semakin menempel pada pada hubungan poltik dan tidak menjaga profesionalisme terkait karier mereka," kata Bambang.

Dia berkata, seluruh anggota Polri harus menjaga iman dan kembali mengingat janji yang telah diucapkan saat dilantik menjadi anggota Korps Bhayangkara. Menurut Bambang, hal ini penting demi mewujudkan institusi Polri yang profesional dan mencegah rezim Jokowi berakhir sebelum 2024.

Lebih jauh, Bambang berkata bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri perlu segera direvisi untuk mencegah mutasi anggota Polri ke jabatan sipil lebih masif di hari mendatang. Menurutnya, regulasi di Polri harus mengatur secara ketat seperti regulasi yang dimiliki TNI, di mana seorang tentara aktif yang hendak menduduki jabatan sipil harus meninggalkan status sebagai tentara lebih dahulu.

"Di militer itu ada aturan, bagaimana seorang anggota aktif duduk di jabatan luar militer, mereka harus mundur. [Anggota] Polri juga seharusnya seperti itu, sehingga tidak terjadi dualisme atau konflik kepentingan terhadap jabatan itu. Kalau ini diteruskan, rezim Jokowi berakhir sebelum 2024," ucap Bambang.

Terpisah, pengamat kepolisian dari Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga menyatakan bahwa memutasi pati Polri aktif ke jabatan sipil merupakan kebijakan yang tidak sehat. Menurutnya, perlu dilakukan moratorium atau pengurangan jumlah calon polisi yang diterima lewat jalur Akadami Kepolisian untuk mencegah penumpukan anggota Polri di level perwiran menengah (pamen) atau pati.

"Di level atas direkrut 300-400 Akpol, ini akibatnya penumpukan di level tengah dan atas akibatnya banyak perwira berpangkat komisaris besar menganggur, dan diadakan posisi-posisi yang tidak berguna bagi masyarakat," ujarnya.

"Termasuk peningkatan polda ke tipe A, sekarang polda tipe B tidak ada. Nah, itu tidak berguna untuk masyarakat hanya memperbanyak jabatan jenderal dan menyedot anggaran Polri," katanya.

Dia menambahkan, jumlah anggota Polri yang diperbanyak seharusnya hanya yang melalui jalur Sekolah Kepolisian Negara (SPN). Bagi Neta jumlah polisi yang perlu diperbanyak adalah mereka yang bertugas di lapangan, bukan di belakang meja seperti saat ini.

(mts/osc)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER