Sejumlah peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Kota Surabaya, mengeluhkan kebijakan menunjukkan hasil rapid test corona (Covid-19) sebagai syarat wajib mengikuti ujian.
Salah satunya calon mahasiswa, Ilyas Kurniawan. Ia mempertanyakan keputusan Pemkot Surabaya mengeluarkan kebijakan tersebut secara mendadak. Ia juga keberatan karena harus merogoh biaya lagi untuk melakukan rapid test.
"Kenapa ini keluarnya [aturan] mendadak," kata Ilyas, menyesalkan, Jumat (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan dirinya terpaksa melakukan rapid test di klinik atau laboratorium swasta. Itu pun harus mengantre dengan ratusan peserta yang lain.
"Ya ini menyulitkan kami, harus antri sama ratusan orang, waktunya juga jadi lama. Kenapa gak dari kemarin-kemarin," ujarnya.
Belum lagi soal biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali rapid test berkisar Rp200 ribu. Bagi Ilyas nominal itu bukanlah harga yang murah.
"Mahal buat rapid test harus keluar uang Rp200 ribu," ujarnya.
Semestinya, kata Ilyas, jika Pemkot Surabaya mewajibkan aturan tersebut, maka haruslah juga memfasilitasi biaya rapid test bagi para peserta, bukan malah makin membebani.
"Ya kan yang ngeluarin aturan Pemkot Surabaya, ya harusnya fasilitasi kami dong. Tapi malah disuruh cek sendiri," ujarnya.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini mewajibkan seluruh peserta UTBK SBMPTN, untuk menunjukkan hasil rapid test corona (Covid-19) sebagai syarat mengikuti ujian.
Hal itu termaktub dalam surat edaran Wali Kota Surabaya kepada 4 rektor kampus negeri di Surabaya yakni Unair, Unesa, UPN Veteran Jatim dan ITS.
"Seluruh peserta UTBK dalam SBMPTN wajib menunjukkan uji rapid test dengan hasil non reaktif atau swab test dengan hasil negatif yang dikeluarkan selambat-lambatnya 14 hari sebelum mengikuti ujian kepada panitia," tulis penggalan surat yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (2/7).
Dikonfirmasi terkait hal itu, wakil Sekretaris Gugus Tugas Surabaya, Irvan Widiyanto mengatakan bahwa surat tersebut benar diterbitkan oleh Pemkot Surabaya.
Ia mengatakan kebijakan yang mewajibkan para peserta UTBK menunjukkan hasil rapid test-nya tersebut adalah upaya pencegahan makin meluasnya penyebaran virus corona, di Kota Surabaya.
"Pada prinsipnya kita harus tahu bersama bahwasanya keselamatan dan kesehatan warga adalah hukum tertinggi," ujar Irvan, Kamis (2/7).
Bagi peserta jalur bidikmisi Irvan mengatakan bahwa pihaknya tekah mempersiapkan tes massal gratis yang rencananya akan di gelar di kampus-kampus Surabaya. Yakni Unair, ITS, dan UPN.
"Dia harus menunjukkan KIP (Kartu Indonesia Pintar) sebagai bukti dan SKTM (surat keterangan tidak mampu). Nanti bisa ditunjukkan," ujarnya.
Sementara bagi peserta non-bidikmisi dan peserta yang berasal dari luar daerah Surabaya, mereka diminta untuk melakukan rapid test dengan biaya sendiri.
"Artinya mungkin secara ekonomi mereka mampu, mereka bisa menghubungi laboratorium-laboratorium yang ada di Surabaya," pungkasnya.
Kebijakan ini sendiri dinilai sebagai sesuatu yang mendadak. Sebab baru diberitahukan kepada pihak kampus pada 1-2 Juli 2020. Sementara pelaksanaan UTBK sendiri akan digelar 5 Juli.
UTBK merupakan tes yang harus dilalui tiap peserta SBMPTN. SBMPTN adalah salah satu dari tiga jalur seleksi masuk PTN. Jalur lainnya bisa melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) atau jalur mandiri.
UTBK bakal tetap digelar secara fisik di tengah pandemi. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan peserta dan pengelola, seperti aturan batas maksimum suhu badan peserta.
Pelaksaan UTBK-SBMPTn 2020 sendiri dilakukan dalam beberapa gelombang; gelombang 1: 5-14 Juli 2020, gelombang 2: 20-29 Juli 2020 dan gelombang cadangan: 29 Juli-2 Agustus 2020. Sementara itu pengumuman SBMPTN akan dilangsungkan pada 20 Agustus 2020.
(frd/stu)