Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus menyebut polisi sempat menunjukkan pistol saat menangkap Ravio Patra pada 22 April 2020 lalu. Penangkapan terjadi saat Ravio tengah berjalan kaki menuju minimarket, lalu dicegat 4 polisi.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Ravio, yakni Alghiffari Aqsa saat membacakan permohonan Praperadilan yang diselenggarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7) siang.
"Sekitar pukul 20.40 WIB, ketika Pemohon sedang berjalan kaki menuju minimarket di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat, Pemohon dicegat oleh empat orang tidak dikenal yang baru turun dari mobil dan menghardik Pemohon sambil bertanya, 'Revo, Revo, kamu Revo ya??!!'," ujar Alghiffari, Senin (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Polri Respons Dugaan Sadap Aktivis |
"Pemohon (Ravio) kemudian bertanya siapa orang tersebut dan meminta surat penangkapan sesuai KUHAP. Barulah kemudian orang-orang tersebut mengaku sebagai polisi (Termohon). Mereka kemudian menyuruh Pemohon untuk diam dan jongkok sambil menunjukkan pistol dan hanya menunjukkan map," tuturnya.
Ravio Patra mengajukan praperadilan terkait penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan yang dilakukan aparat kepolisian kala itu. Kuasa hukum mencatat sejumlah kejanggalan dalam upaya paksa berupa penangkapan yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap Ravio.
Misalnya, tutur Alghif, kepolisian tidak melakukan pemanggilan sebagai saksi terlebih dahulu sebelum menangkap Ravio pada malam hari, 22 April 2020. Hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Kepala Bareskrim Polri Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana.
Penetapan tersangka pun, lanjut Alghif, semestinya baru dapat dilakukan apabila polisi sudah melakukan gelar perkara. Kemudian barulah dilakukan penangkapan.
Tim kuasa hukum mengatakan Ravio sempat ditetapkan sebagai tersangka padahal belum ada gelar perkara. Status tersangka itu kemudian berubah menjadi saksi keesokan harinya. Selain itu, mereka pun mengkritisi soal sulitnya memberikan pendampingan hukum pada Ravio.
Alghif mengungkapkan, hingga permohonan Praperadilan didaftarkan, Ravio maupun keluarga tidak menerima surat tembusan perintah penangkapan. Padahal, merujuk Pasal 18 ayat (3) KUHAP dan Putusan MK nomor 3/PUU/XI/2013, penyidik harus menyampaikan surat perintah penangkapan tidak lebih dari tiga hari setelah penangkapan dilakukan.
Alghif mengatakan pihaknya mengajukan praperadilan agar pengadilan dapat memutuskan Polda Metro Jaya telah melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang tanpa menghormati prinsip due process of law dalam penegakkan hukum.
Kesewenangan itu, lanjut dia, terlihat ketika polisi turut membuka dokumen yang tidak terkait dengan perkara yang dituduhkan terhadap Ravio seperti catatan bank, kontrak kerja hingga daftar makanan kucing.
"Dokumen pribadi yang tidak berkaitan dengan perkara yang dituduhkan turut dibuka seperti catatan bank, kontrak kerja, sampai bahkan makanan kucing," tuturnya.
Persidangan Praperadilan ini rencananya akan dilanjutkan pada Selasa (7/7) besok dengan agenda jawaban dari Termohon, dalam hal ini Polda Metro Jaya.
(ryn/bmw)