Reklamasi Ancol Senyap, PDIP Ingatkan Anies Kasus Suap Sanusi

CNN Indonesia
Selasa, 07 Jul 2020 17:49 WIB
Aktivitas bongkar muat tanah/lumpur dikawasan reklamasi Ancol Timur. Jakarta, Sabtu, 4 Juli 2020. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang seluas 35 hektar dan Kawasan Taman Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektar yang ditandatangani pada 24 Februari 2020.
Aktivitas bongkar muat tanah/lumpur di kawasan reklamasi Ancol Timur, Jakarta, Sabtu, 4 Juli 2020. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak mewanti-wanti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan rencana reklamasi di kawasan Ancol. Menurut dia, rencana reklamasi di Ancol harus sesuai hukum dan aturan yang berlaku.

Gilbert sempat menyinggung kasus korupsi mantan anggota DPRD DKI Fraksi Partai Gerindra, Mohamad Sanusi yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembahasan Raperda Reklamasi.

"Kok, bisa hal sebesar ini berjalan senyap? Dulu kita ingat kasusnya Sanusi karena perdanya enggak jelas," kata Gilbert saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (7/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sanusi dicokok penyidik KPK pada 2016 karena diduga menerima suap dalam pembahasan Raperda Reklamasi.

Di pengadilan, Sanusi dinilai terbukti bersalah menerima suap Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaya.

Suap dimaksudkan salah satunya agar DPRD DKI Jakarta bisa menurunkan angka kontribusi tambahan 15 persen yang dibebankan Pemprov DKI Jakarta menjadi 5 persen.

Oleh karena itu, Gilbert menyarankan agar Pemprov DKI bisa terbuka menjelaskan duduk perkara. Selain itu, aturan mengenai reklamasi kawasan Ancol juga harus dibuat sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Sekarang enggak ada Perdanya dan saya ingat ada satu pasal di situ kesalahan dalam hal ini bisa berujung hukuman 5 tahun penjara," tutur dia.

Gilbert sebelumnya juga menyatakan bahwa Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Perluasan Kawasan Dufan dan Ancol cacat hukum. Menurut Gilbert, SK reklamasi Ancol harus didasari Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi.

Aktivitas bongkar muat tanah/lumpur dikawasan reklamasi Ancol Timur. Jakarta, Sabtu, 4 Juli 2020. Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 237 Tahun 2020 tentang seluas 35 hektar dan Kawasan Taman Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektar yang ditandatangani pada 24 Februari 2020. CNN Indonesia/Adhi WicaksonoAktivitas bongkar muat tanah/lumpur di kawasan reklamasi Ancol Timur, Jakarta, Sabtu, 4 Juli 2020. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Ia menilai perluasan reklamasi Ancol seluas 120 hektare dan Dufan 35 hektare hanya didasarkan SK Gubernur menyalahi aturan. Perluasan harus didasarkan pada Perda RDTR, karena SK Gubernur berada di bawah perda status kekuatan hukumnya.

"SK ini menjadi preseden buruk dalam tata pamong, dan sarat kepentingan. Tidak ada hal yang mendesak untuk kemudian menyebut diskresi. Sebaiknya SK tersebut batal karena cacat hukum," kata Gilbert dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/7).

Anies telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta tentang izin pelaksanaan perluasan kawasan rekreasi dunia fantasi seluas 35 hektare dan perluasan kawasan rekreasi Taman Impian Jaya Ancol timur seluas 120 hektar, tertanggal 24 Februari 2020.

Lampiran SK itu menyatakan kawasan perluasan Ancol Timur berada di sekitar bidang tanah yang sudah menjadi daratan seluas 20 hektar. Sementara perluasan 35 hektar Dufan akan menimbun sebagian laut dan pantai Ancol.

SK Gubernur DKI itu berdasarkan surat Direktur PT PJA tanggal 13 Februari 2020 Nomor 010/DIR-PJA/EXT/II/2020 perihal permohonan penerbitan izin pelaksanaan perluasan kawasan.

(dmi/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER