Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai sikap pemerintah plin-plan terkait Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Mulyanto mengatakan sikap pemerintah terhadap RUU HIP bahkan tidak jelas hingga hari ini.
"Pemerintah dalam hal ini masih terlihat plin-plan, tidak jelas," kata Mulyanto kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/7).
Dia mengatakan sikap plin-plan dan tidak jelas pemerintah itu terlihat dari beda pernyataan yang diutarakan antara Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulyanto menjelaskan, Mahfud pernah berkata bahwa pemerintah menunda pembahasan RUU HIP, sementara Yasonna bilang bahwa pemerintah belum memutuskan sikap serta masih mengkaji RUU HIP.
Ia pun mempertanyakan pernyataan teranyar Mahfud yang menyinggung keberadaan kelompok yang ingin menghantam pemerintah lewat RUU HIP.
"Masing-masing menteri terlihat beda sikapnya terkait RUU HIP ini," katanya.
Berangkat dari itu, Mulyanto menuturkan PKS akan terus menyuarakan penolakan terhadap RUU HIP, sesuai dengan aspirasi masyarakat yang meluas.
Menurutnya, penghentian pembahasan RUU HIP sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai mekanisme selama pemerintah memiliki niat politik untuk menghentikannya.
"Kalau ada niat politik, banyak jalan dan dasar untuk mencabut RUU HIP dari daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Masalahnya apakah Pemerintah dan DPR punya political will untuk itu?" ucapnya.
Mulyanto juga berkata 'bola' RUU HIP kini berada di tangan pemerintah. Menurut dia, bila pemerintah serius menolak RUU HIP maka penolakan dapat dibuat secara tertulis dan disampaikan ke DPR atau dengan cara tidak mengirim surat presiden (surpres) serta daftar inventarisasi masalah (DIM) ke DPR hingga 20 Juli 2020.
Dia menyampaikan, bila Presiden Joko Widodo tidak mengirim surpres dan DIM terkait RUU HIP ke DPR hingga 20 Juli 2020, pembahasan RUU HIP otomatis tidak akan terjadi di DPR.
Mulyanto menambahkan, pencabutan RUU HIP dari Prolegnas Prioritas 2020 juga bukan soal bisa dan tidak bisa secara perundangan, melainkan soal mau dan tidak mau secara politik.
"Yang pasti tidak akan ada pembahasan RUU HIP oleh Pemerintah dan DPR kalau sampai tanggal 20 Juli 2020, Presiden tidak mengirimkan Surpres dan DIM RUU HIP kepada DPR," ucapnya.
RUU HIP menjadi polemik karena ditolak sejumlah pihak, termasuk ormas Islam. Bahkan, MUI mengeluarkan maklumat pada Jumat (12/6) lalu untuk menolak RUU HIP karena dinilai mendegradasi Pancasila dengan konsep Trisila dan Ekasila.
Aksi unjuk rasa pun digelar di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/6). Sejumlah ormas Islam ikut serta dalam aksi itu, seperti Front Pembela Islam (FPI), GNPF Ulama, dan PA 212. Mereka menuntut pembahasan RUU HIP dihentikan.
Sementara itu purnawirawan TNI-Polri yang dipimpin Wakil Presiden keenam RI, Try Sutrisno, meminta RUU HIP diubah menjadi RUU PIP. Ia mengatakan para purnawirawan tak sepakat jika kata 'haluan' menjadi nama RUU tersebut karena akan memunculkan kesan mengatur Pancasila dalam sebuah regulasi.
"Kedatangan kami kemari untuk memberikan saran pandangan bahwa RUU itu kami harapkan sudah harus diganti, baik nomenklaturnya, judulnya, maupun isinya. Karena kalau judulnya itu haluan, ini bisa nanti kontroversi," kata Try usai menemui para pimpinan MPRI RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (2/7).
Menyikapi itu, Mahfud mengaku pemerintah tak mempersoalkan andai RUU HIP diubah menjadi Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP).
"Mungkin, silakan saja nanti dibicarakan. Tetapi kalau hanya itu [mengubah] itu tidak bertentangan dengan aspirasi yang disampaikan masyarakat," kata Mahfud melalui siaran video yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (7/7).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengakui memang ada gagasan dari beberapa pihak berkaitan dengan RUU HIP, yang arahnya diubah ke perihal pembentukan organisasi yang berkaitan dengan pembinaan ideologi Pancasila.
(mts/osc)