Menkumham Yasonna H Laoly menyebut ada perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penjemputan buronan pembobol bank BNI, Maria Pauline Lumowa, dari Serbia lewat jalur ekstradisi.
Yasonna mengatakan ia telah melapor ke Jokowi sebelum berangkat ke Beograd, Serbia, untuk menjemput Maria. Jokowi pun mempersilakan Yasonna memimpin ekstradisi tersebut.
"Saya lapor ke Mensesneg waktu itu rapat dengan Pak Menko, 'Mohon disampaikan izin kepada Bapak Presiden.' Pak Presiden mengatakan, 'Silakan jemput dan konferensi pers nanti bersama Pak Menko Polhukam,'" kata Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat meminta izin ke Jokowi, Yasonna menjelaskan ia harus turun langsung dalam ekstradisi itu. Sebab masa penahanan Maria di Serbia akan habis pada 16 Juli mendatang.
Jokowi pun menyetujui permintaan itu. Yasonna dikirim memimpin diplomasi di detik-detik akhir. Jokowi, kata dia, ingin menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hukum.
"Ini untuk menunjukkan bahwa kita committed untuk tujuan penegakan hukum," tutur Yasonna.
Yasonna menuturkan dalam proses itu ia juga membawa pesan dari Jokowi untuk Presiden Serbia Aleksandar Vucic. Pemerintah Indonesia berterima kasih kepada Serbia soal proses ekstradisi Maria.
"Saya menyampaikan titip salam Pak Presiden (Jokowi). Beliau (Vucic) sangat menyambut hangat. Beliau mengatakan persahabatan historis antara Indonesia dan Serbia akan tetap kita pelihara dan tingkatkan," ucap Yasonna.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menjemput pembobol kredit BNI Rp1,7 Triliun, Maria Pauline Lumowa di Serbia. Maria telah ditahan Serbia sejak 2019 karena menjadi buronan interpol.
Pada 2003, Maria ditetapkan tersangka kasus pembobolan kredit oleh Polri. Namun Maria telah lebih dulu meninggalkan Indonesia sebelum menyandang status tersangka.
Upaya perburuan buronan Maria Pauline Lumowa sendiri tak mudah. Yasonna mengatakan Maria mengganti kewarganegaraannya menjadi warga negara Belanda untuk menghindari penangkapan.
Sebelumnya Indonesia sempat meminta ekstradisi Maria Pauline ke otoritas Belanda, namun upaya tersebut tidak berhasil. Indonesia sendiri belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan Belanda.
"Setelah melarikan diri ke Singapura, ke Belanda, kita sudah lakukan upaya-upaya hukum juga untuk meminta yang bersangkutan ekstradisi dari Belanda dua kali. Dengan alasan kita belum punya perjanjian ekstradisi dengan Belanda," ujar Yasonna.
"Semua ini proses panjang yang kita lakukan untuk tunjukkan negara kita negara hukum," katanya.
Kasus Maria bermula pada 2002 saat dia mengajukan pinjaman ke BNI untuk PT Gramarinda Group. BNI yang curiga pada pinjaman tersebut karena melibatkan beberapa bank yang bukan rekanan mereka.
Setelah dilakukan investigasi, mabes polri menetapkan Maria sebagai tersangka kasus pembobolan Bank BNI. Namun Maria sudah pergi ke Singapura sejak September 2003, ia juga pergi Belanda dan menjadi warga negara di sana.
(dhf, mln/kid)