Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Dany Amrul Ichdan mengeluhkan tak ada pembaruan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sejak tahun 2015 lalu oleh lembaga terkait. Itu menjadi penyebab distribusi bansos sering tak tepat sasaran.
"Permasalahan Bansos kan bukan hanya aspek distribusi, karena ada aspek hulunya untuk melakukan verifikasi data, yakni aspek data, data DTKS. Yang itu verifikasinya tahun 2015. Sekarang tahun 2020," kata Dany dalam program Setroom yang ditayangkan CNNIndonesia.com, Kamis malam (9/7).
Dany menilai ketiadaan verifikasi data Bansos itu yang membuat banyak persoalan di tengah masyarakat. Penyebabnya, telah ada perbedaan kondisi seseorang yang pernah diverifikasi pada tahun 2015 dengan yang terjadi pada tahun 2020 ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka itu terjadi gap di lapangan. Terjadi gap. Ada yang menerima ada yang belum menerima, ada yang seharusnya menerima jadi enggak menerima," kata dia.
Dany lantas membandingkannya dengan para pemimpin dunia yang tak populer dalam menangani virus corona. Ia mencontohkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga Perdana Menteri Selandia Baru yang pasti memiliki keterbatasan dalam bekerja menangani corona.
Hal it berakibat pada penurunan harapan masyarakat terhadap pemerintah dalam menanggulangi bencana pandemi virus corona.
"Pada saat penanganan, semua ada gap antara ekspektasi masyarakat dan actual performance pemerintahan di negaranya masing-masing. Karena ini [Corona] terjadi tiba-tiba," kata dia.
Dany lalu bicara mengenai sikap Presiden Jokowi yang juga menganggap penting aspek ekonomi setelah kesehatan di tengah pandemi virus corona. Menurutnya, dua aspek itu memang tidak bisa dilepaskan.
Walau bagaimana pun, pandemi virus corona juga menyentuh sektor ekonomi, sehingga perlu mendapat perhatian serius. Jangan sampai krisis ekonomi melanda Indonesia dan membuat lebih banyak masyarakat sengsara.
"Dua dimensi ini enggak bisa dipisahkan, antara aspek kesehatan dan ekonomi. Di situlah di lapangan muncul gap sehingga membutuhkan persiapan yang multidimensi dan tak bisa memberikan kepuasan kepada semua orang," kata dia.
Mengenai data bansos, pemerintah pusat juga pernah dikritik oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Orang yang akrab disapa Emil itu mengatakan bahwa permasalahan bansos yang tak tepat sarang bermuara dari pemerintah pusat.
Dia menyebut pemerintah pusat belum memiliki data penerima bansos yang pasti lantaran ada beberapa lembaga yang memiliki data. Data yang dimiliki lembaga-lembaga tersebut pun berbeda-beda.
"BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensos punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri," kata Emil mengutip Antara, pada 7 Mei lalu.