Pelarian buronan pembobol kredit BNI Rp1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa berakhir di Serbia. Dia langsung diesktradisi ke Indonesia, bahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang menjemputnya langsung dari Serbia.
Ekstradisi Maria berhasil dilakukan berkat kerja sama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Serbia. Yasonna mengatakan pemulangan Maria itu dilakukan lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia.
"Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna dalam keterangannya, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Yasonna mengklaim, proses ekstradisi Maria juga tak lepas dari asas resiprositas (timbal balik) atau balas jasa dari pemerintah Serbia. Sebab, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015 yang ditangkap Kepolisian RI.
Setelah melalui proses panjang, akhirnya Maria berhasil diboyong ke Indonesia oleh tim gabungan Kemenkumham dan Polri.
Maria tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis (9/7) sekitar pukul 11.00 WIB menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA 9790.
Dari bandara, Maria lalu digelandang ke Bareskrim Polri. Namun, penyidik tak langsung melakukan pemeriksaan.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menuturkan pihaknya memberikan waktu istirahat bagi Maria setelah melakukan perjalan jauh dari Serbia.
"Untuk saat ini yang bersangkutan istirahat, kita berikan hak tersangka untuk istirahat," kata Argo di Bareskrim Polri.
Kasus pembobolan kredit BNI ini berawal saat Maria mengajukan pinjaman untuk PT Gramarindo Group, perusahaan ekspor milik Maria. BNI kemudian mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta euro atau setara Rp1,7 triliun.
BNI menyetujui jaminan surat kredit (L/C) dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp. Namun beberapa waktu kemudian BNI menaruh curiga sebab bank-bank tersebut bukan rekanan mereka.
Pada Juni 2003, BNI mulai melakukan investigasi dan terungkap fakta bahwa perusahaan Maria tak pernah melakukan ekspor.
Atas temuan itu, BNI melaporkan soal dugaan surat kredit fiktif ke Mabes Polri. Setelah melalui proses penyelidikan, Maria ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2003.
Namun, sebulan sebelum penetapan tersangka, ternyata Maria telah lebih dulu pergi ke Singapura.
Di tahun 2009, Maria bahkan diketahui berada di Belanda. Ia juga tercatat sering bolak-balik ke Singapura.
Indonesia disebut sempat mengajukan ekstradisi Maria ke pemerintah Belanda di tahun 2010 dan 2014. Tapi, pengajuan ditolak dengan alasan Maria telah menjadi warga negara Belanda.
Pelarian Maria akhirnya berhenti saat NCB Interpol Serbia menangkapnya di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia pada 16 Juli 2019. Penangkapan itu disebut berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.
Usai penangkapan, Indonesia bereaksi cepat dengan mengajukan permintaan ekstradisi. Pelarian buronan Maria selama 17 tahun pun akhirnya selesai.
(dis/osc)