Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly melakukan operasi senyap dalam ekstradisi buronan pembobol kredit BNI Rp1,7 Triliun, Maria Pauline Lumowa dari Serbia.
Mahfud menjelaskan operasi ini sebenarnya telah ditempuh sejak akhir 2019, tepatnya saat otoritas Serbia menangkap Maria. Namun pemerintah merahasiakan prosesnya.
"Terima kasih ke Menkumham bekerja dalam senyap, tidak ada yang tahu dan tidak ada yang mendengar, bekerja hati-hati," kata Mahfud dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis (9/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Mahfud selama satu tahun proses penangkapan Maria, Menkumkam melakukan komunikasi dengan Pemerintah Serbia hingga akhirnya berhasil menjemput pulang Maria.
Dalam kesempatan yang sama Yasonna mengakui pihaknya memang sengaja bekerja senyap. Sebab proses ekstradisi itu melibatkan kerja-kerja lobi tingkat tinggi.
Politikus PDIP itu menjelaskan Maria diringkus otoritas Serbia pada 16 Juli 2019. Pemerintah Indonesia langsung mengirim surat permohonan ekstradisi ke Pemerintah Serbia pada 31 Juli dan 31 September 2019.
Hampir setahun, Indonesia menggencarkan lobi lewat interpol dan kedutaan besar. Namun Yasonna bilang bukan Indonesia saja yang berjuang untuk menangani Maria.
"Selama proses ini ada negara dari Eropa juga yang coba melakukan diplomasi-diplomasi untuk agar beliau tidak diekstradisi ke Indonesia," ungkapnya.
Serbia pun akhirnya menyetujui ekstradisi Maria ke Indonesia. Yasonna bilang langkah ini menjadi contoh untuk penegakan hukum di Indonesia pada masa mendatang.
"Saya katakan you can run, but you cannot hide (Anda bisa lari, tapi Anda tidak bisa sembunyi). Ini barangkali, prinsip ini yang harus kita tegakkan terus," tutur Yasonna.
Maria Pauline Lumowa menjadi buronan sejak tahun 2003. Maria kabur dari Indonesia sebulan sebelum Polri menetapkannya sebagai tersangka kasus pembobolan kredit Bank BNI senilai Rp1,7 triliun.
(dhf/wis)