Pendiri Sekolah Cikal, Najeela Shihab, mengatakan pihaknya membebaskan penggunaan slogan Merdeka Belajar untuk kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
"Penggunaan merk Merdeka Belajar oleh pemerintah dan untuk kepentingan apapun bagi pendidikan dan ilmu pengetahuan diizinkan," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Senin (13/7).
Hal ini diungkapkannya merespons kisruh pemakaian slogan Merdeka Belajar pada rangkaian kebijakan Kemendikbud, namun juga telah didaftarkan Sekolah Cikal ke Kementerian Hukum dan HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Najeela mengatakan pembebasan penggunaan slogan Merdeka Belajar ini karena tujuan Sekolah Cikal sejalan dengan program yang dicanangkan Nadiem.
"Menyebar praktik baik di dunia pendidikan," katanya.
Ia juga menekankan pendaftaran merek institusi pendidikan bukan seperti hak paten atau hak cipta. Pendaftaran merek, lanjut Najeela, juga banyak dilakukan sekolah swasta lain.
"Banyak sekali lembaga pendidikan swasta yang sudah sejak lama juga memang mendaftarkan mereknya sebagai penyelenggara pendidikan. Karena memang melakukan jasa atau memproduksi barang dengan nama tersebut," tuturnya.
IA menuturkan merek Merdeka Belajar sendiri telah didaftarkan Sekolah Cikal sejak 2015. Merdeka Belajar, kata dia, merupakan slogan dari program yang dilakukan Kampus Guru Cikal.
Dalam hal ini, Sekolah Cikal membuat serangkaian program pelatihan guru yang bertemakan Merdeka Belajar. Pelatihannya pun sudah dilakukan sejak 2015, dan dihadiri sekitar seribu guru.
Sekolah Cikal juga sempat menerbitkan buku berjudul Merdeka Belajar di Ruang Kelas pada 2017. Buku tersebut membahas metode mengajar dengan pedoman Merdeka Belajar.
![]() |
Sementara itu pada 2019 lalu, Mendikbud Nadiem menerbitkan kebijakan pertamanya dengan tajuk Merdeka Belajar. Hingga kini, rangkaian kebijakannya sebagai Mendikbud dinamai Merdeka Belajar.
Terpisah, Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan slogan Merdeka Belajar pada kebijakan Nadiem terinspirasi dari filosofi Ki Hajar Dewantara.
Ia mengatakan lewat penggunaan filosofi itu menjelaskan bahwa pendidikan Indonesia dijalankan untuk menciptakan manusia yang merdeka secara batin, pikiran, dan raga.
"Filosofi [Ki Hajar Dewantara] inilah yang menjadi akar Merdeka Belajar yang dijalankan Kemendikbud saat ini," katanya melalui keterangan tertulis.
Ia pun menegaskan semangat Merdeka Belajar juga telah sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Mendikbud Kebudayaan untuk menciptakan ekosistem pendidikan nasional yang lebih sehat dengan menghadirkan iklim inovasi, sehingga mampu menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) unggul dan berkarakter.
Secara khusus, kata Evy, presiden pun meminta mendikbud melakukan deregulasi dan debirokratisasi di lingkungan pendidikan.
![]() |
Sebelumnya, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan pihaknya segera memanggil Nadiem dan Najelaa Shihab untuk mengonfirmasi terkait Merdeka Belajar.
"Kami ingin mengetahui duduk perkara sebenarnya karena Merdeka Belajar merupakan label berbagai program unggulan Mendikbud Nadiem Makarim. Namun kenyataannya label ini telah dipatenkan oleh entitas swasta yang kebetulan juga bergerak di bidang pendidikan," ujar Syaiful Huda di Jakarta, Minggu (12/7) seperti dilansir Antara.
Berdasarkan informasi dari Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kemenkumham, Merdeka Belajar telah terdaftar sebagai paten dari PT Sekolah Cikal beralamat di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, per 22 Mei 2020.
Pendaftaran merek Merdeka Belajar sendiri telah diajukan sejak 1 Maret 2018. Dalam laman PDKI itu dijelaskan Merdeka Belajar terdaftar sebagai penamaan untuk bimbingan kejuruan, jasa pengajaran, hingga jasa penyelenggaraan taman belajar dan bermain.
"Kita ketahui bersama bahwa berbagai kebijakan unggulan dari Mas Menteri [Nadiem] dilabeli dengan Merdeka Belajar di mana untuk tingkat dasar dan menengah berisi empat program, sedangkan di tingkat perguruan tinggi ada kebijakan Kampus Merdeka yang juga penerjemahan konsep Merdeka Belajar," katanya.
Huda menjelaskan agak aneh jika saat ini Merdeka Belajar menjadi merek dagang dari entitas swasta yang kebetulan bergerak di bidang pendidikan.
Menurut dia, kondisi itu bisa berdampak hukum jika pemilik paten Merdeka Belajar di kemudian hari menuntut royalti atas penggunaan slogan yang sama sebagai label berbagai kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Huda menilai ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk menyelesaikan polemik paten Merdeka Belajar.
Pertama, Kemendikbud dan pemilik paten Merdeka Belajar membuat kesepakatan hitam di atas putih jika penggunaan merek tersebut tidak akan menimbulkan permasalahan hukum.
Langkah kompromi tersebut untuk menjamin tidak akan merugikan keuangan negara.
Kedua, pemilik paten mencabut klaim hak kekayaan intelektual atas label Merdeka Belajar. Dengan demikian, paten itu bisa digunakan secara leluasa oleh umum termasuk Kemendikbud.
Ketiga, Nadiem Makarim mencari alternatif lain untuk label program unggulan Kemendikbud.
"Kita ketahui bersama sebenarnya Merdeka Belajar adalah konsep pendidikan yang dulu disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Kalau saat ini dipatenkan oleh pihak-pihak tertentu ya lebih baik Mas Menteri cari merek lain untuk label kebijakannya," imbuh Huda.
(fey, antara/kid)