Pemerintah ingin TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme tercantum sebagai konsideran dalam Rancangan Undang-undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pencantuman aturan itu berdasarkan aspirasi dari masyarakat.
"Itu ada di dalam RUU ini menjadi menimbang butir dua. Sesudah Undang-undang Dasar 1945, menimbangnya butir dua itu TAP MPRS Nomor XXV tahun 1966," kata Mahfud dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud juga menegaskan RUU itu bersandar pada Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila itu merupakan versi yang dibacakan tokoh proklamator RI, Sukarno, dalam pidato 18 Agustus 1945.
Dia merinci Pancasila itu berisi sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Perumusan Pancasila kita kembali apa yang dulu dibacakan oleh Bung Karno pada tanggal 18 Agustus tahun 1945 yaitu Pancasila yang sekarang tertuang di dalam pembukaan dengan lima sila," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.
Mahfud hari ini ke DPR guna mengantar surat presiden dan daftar inventaris masalah (DIM) RUU BPIP sebagai pengganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
Ia didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menkumham Yasonna H Laoly, Mendagri Tito Karnavian, Menpan RB Tjahjo Kumolo, dan Mensesneg Pratikno.
![]() |
Setelah menerima Supres dan DIM dari rombongan Mahfud, Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan pihaknya tak akan lagi membahas RUU HIP yang memicu kontroversi di masyarakat.
"Pasal-pasal RUU BPIP hanya, memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur BPIP. Sementara pasal-pasal kontroversial seperti filsafat sudah tidak ada lagi," tutur Puan.
Sebelumnya, RUU HIP disahkan sebagai inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna, 12 Mei lalu. Draf RUU itu dikirim ke pemerintah sebelum menunda pembahasan.
RUU itu memicu kontroversi, terutama dari kalangan ormas Islam.
Penolakan dilakukan dengan alasan tak mencantumkan TAP MPRS XXV/1966 tentang larangan komunisme dan memeras Pancasila menjadi Trisila serta Ekasila. Setidaknya dua aksi penolakan besar-besaran sudah digelar sejak RUU HIP bergulir pembahasannya.
(dhf/kid)