Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Demokrat Bambang Purwanto mengatakan pihaknya tetap menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) meski diganti nama menjadi RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Bambang menyebut keberadaan BPIP hanya menguntungkan penguasa. Dia khawatir badan tersebut akan digunakan sebagai alat kekuasaan.
"Kalau ini ada (RUU) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, menurut saya rentan digunakan alat penguasa. Jadi bisa sebagai alat penggebuk itu," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tetap konsisten menolak," kata dia menegaskan.
Bambang berpendapat untuk membumikan Pancasila tak diperlukan badan khusus. Menurutnya, sosialisasi empat pilar sudah cukup untuk memperkuat pemahaman publik terhadap Pancasila.
Jika diatur dalam undang-undang, kata Bambang, justru akan mendegradasi Pancasila. Hal itu yang menjadi dasar Demokrat menolak RUU HIP, ucapnya.
"Pancasila itu letaknya di Undang-undang Dasar, sudah diterjemahkan ke dalam pasal-pasal di UUD. Jadi memang paling tinggi, sumber segala sumber hukum," tuturnya.
Bambang juga mempermasalahkan cara pemerintah merespons draf RUU HIP. Menurutnya, tak bisa RUU di dalam prolegnas langsung diganti judul oleh pemerintah tanpa pembahasan bersama DPR.
"Harusnya dicabut dulu, dicabut dulu. Enggak bisa tiba-tiba ganti judul. Tapi apapun, kami tetap menolak karena rentan menimbulkan perpecahan," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah merespons draf RUU HIP yang disampaikan DPR RI. Bentuk respons pemerintah adalah mengganti sejumlah hal dari RUU HIP, termasuk pergantian nama menjadi RUU BPIP.
Selain itu, draf RUU BPIP juga disebut tak mengatur konsep Ekasila dan Trisila yang menimbulkan kontroversi. Pemerintah juga memastikan RUU BPIP mencantumkan Tap MPRS XXV/1996 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme sebagai pertimbangan.
(dhf/ain)