Djoko Tjandra Lolos, BIN Berdalih Tak Berwenang Menangkap

CNN Indonesia
Rabu, 29 Jul 2020 13:55 WIB
Soal dorongan evaluasi terhadap Budi Gunawan dalam kasus Djoko Tjandra, BIN beralasan bukan penegak hukum yang bisa menangkap.
Logo BIN. (Foto: Dok. bin.go.id)
Jakarta, CNN Indonesia --

Badan Intelijen Negara (BIN) beralasan tak memiliki kewenangan menangkap dan tak bisa mengintervensi proses hukum terkait buronan Djoko Tjandra yang bebas keluar-masuk Indonesia.

Hal ini dikatakan merespons pernyataan peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah yang meminta agar kinerja Kepala BIN Budi Gunawan dievaluasi terkait lolosnya buron kasus hak tagh (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra.

"Berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2011 [tentang Intelijen Negara], BIN tidak mempunyai kewenangan penangkapan baik di dalam maupun di luar negeri," kata Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto, melalui pesan singkat, Rabu (29/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga mengingatkan bahwa BIN sendiri memang bukan lembaga penegak hukum. Selama ini pekerjaan BIN adalah memberi masukan kepada Presiden yang sifatnya strategis menyangkut keamanan negara.

Tak hanya itu, Wawan juga merinci tugas BIN sesuai amanat UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang tercantum dalam Pasal 10 dengan jelas disebutkan bahwa Badan Intelijen Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi Intelijen Dalam dan Luar Negeri.

Soal pengetahuan BIN tentang sejumlah aksi Djoko Tjandra di dalam negeri, ia tak menjawabnya lebih jauh dengan alasan tak bisa memberi tahu ke publik.

Infografis Jejak Djoko Tjandra di Indonesia

"BIN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga laporan BIN langsung ke Presiden tidak disampaikan ke publik," kilahnya.

Selain itu, kata dia, BIN bertindak juga sebagai koordinator lembaga intelijen negara dan melakukan koordinasi dengan penyelenggara intelijen negara lainnya, yaitu TNI, kepolisian, kejaksaan, dan intelijen kementerian atau non-kementerian.

Yang dilakukan BIN selama ini, kata Wawan, adalah melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup.

"Sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan [buronan] Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono. Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkumham," jelas Wawan.

Terkait kasus Djoko Tjandra, Wawan mengatakan BIN memang memiliki kewenangan untuk melakukan operasi di luar negeri, bahkan BIN juga memiliki perwakilan di luar negeri termasuk dalam upaya mengejar koruptor.

Meski begitu kata dia, tidak semua negara memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Jika ada koruptor yang menetap di negara yang tak memiliki perjanjian dengan Indonesia maka akan dilakukan upaya-upaya lain untuk menangkap mereka.

Djoko TjandraBuronan Djoko Tjandra disebut dibantu jenderal polisi saat masuk ke Indonesia dan mengajukan PK. (Foto: Dok. Istimewa via Detikcom)

Lagi pula, kata dia, Djoko Tjandra masih melakukan upaya hukum berupa Peninjauan Kembali (PK) yang merupakan kewenangan pengadilan.

"Sementara BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya," jelas dia.

Peneliti dari ICW Wana Alamsyah sebelumnya mengatakan BIN tak mampu melacak keberadaan Djoko Tjandra yang berhasil masuk dan keluar lagi dari Indonesia dengan bebas.

Ini, kata dia, berbeda dengan kinerja BIN periode sebelumnya yang memulangkan dua buron kasus korupsi, yakni mantan Bupati Temanggung, Totok Ari Prabowo, yang ditangkap di Kamboja pada 2015 dan Samadikun Hartono di China pada 2016.

"Mulai dari masuk ke yurisdiksi Indonesia, mendapatkan paspor, membuat KTP elektronik hingga mendaftarkan Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuktikan bahwa instrumen intelijen tidak bekerja secara optimal," kata Wana dalam keterangan tertulis, Selasa (28/7).

(tst/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER