Partai Berkarya yang baru seumur jagung dilanda dualisme kepengurusan. Dalam kemelut ini, Muchdi Purwopranjono atau Muchdi Pr berhadap-hadapan dengan pendiri partai, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Kubu Muchdi mengklaim telah mengantongi Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait perubahan struktur kepengurusan DPP Partai Berkarya periode 2020-2025.
Struktur kepengurusan di bawah Muchdi ini membawa perubahan mendasar di tingkat kepengurusan DPP Partai Berkarya untuk lima tahun mendatang. Dua jabatan strategis telah berpindah tangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Umum awalnya diduduki Tommy Soeharto kini dipegang oleh Muchdi Pr. Sementara Sekretaris Jenderal bergeser dari Priyo Budi Santoso ke Badaruddin Picunang.
Tommy Soeharto sendiri dipindahkan ke jabatan Ketua Dewan Pembina, sedangkan Priyo didepak dari daftar pengurus DPP Partai Berkarya periode 2020-2025.
"Perubahan mendasar adalah Ketua Umum dari Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto ke Muchdi Purwopranjono, Sekretaris Jenderal dari Priyo Budi Santoso kembali ke Badaruddin Andi Picunang dan Ketua Dewan Pembina tetap yakni Hutomo Mandala Putra," kata Badaruddin dalam keterangan resminya, Rabu (5/7).
Konflik dualisme di tubuh Partai Berkarya sebenarnya sudah terlihat menjelang penyelenggaraan Pemilu 2019 atau hampir setahun setelah Priyo menduduki jabatan Sekjen menggantikan Badaruddin.
Percik konflik dimulai ketika Muchdi Pr bersama Badaruddin menyatakan dukungan ke pasangan calon Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Mereka membelot dari garis politik Partai Berkarya di bawah komando Tommy-Priyo yang mendukung paslon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Konflik dualisme itu kemudian berlanjut usai Pemilu 2019. Momentumnya adalah kegagalan Partai Berkarya lolos ke Senayan karena hanya meraih 2,92 juta atau 2,09 persen suara.
Badaruddin lantas mendesak Priyo mundur dari kursi Sekjen Partai Berkarya karena diduga terlibat korupsi pengadaan Alquran.
![]() |
Sebelumnya, nama Priyo disebut oleh Fahd El Fouz, terpidana kasus korupsi proyek pengadaan Al Quran, usai diperiksa KPK beberapa waktu lalu. Fahd mengaku sudah menjelaskan peran Priyo saat diperiksa penyidik KPK.
"Secara politis, sebagian besar teman-teman di DPP dan daerah menganggap Priyo ini gagal dan mencoreng nama partai, sehingga kami minta untuk segera dinonaktifkan atau Pak Priyo sendiri legowo mengundurkan diri," ucap Badaruddin melalui keterangannya pada 24 Januari 2020.
Beberapa pekan berselang, sejumlah kader Partai Berkarya yang menamakan diri Presidium Penyelamat Partai Berkarya, dipimpin Badaruddin, mendesak penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub)
Badaruddin berkata bahwa kegagalan di Pemilu 2019 merupakan buah dari ketidakberesan manajemen internal partai. Sehingga mereka menyerukan evaluasi dan pergantian pimpinan dalam Partai Berkarya.
"Partai berkarya di Pemilu 2019 kemarin tidak bisa mencapai target sesuai parliamentary treshold 4 persen karena tata kelola partai tidak sesuai dengan apa yang diputuskan bersama pada Rapimnas ketiga Partai Berkarya di Solo Maret 2018. Hingga hari ini tata kelola partai tidak berjalan sebagaimana mestinya," kata Badaruddin 12 Maret 2020.
Tommy akhirnya merespons desakan tersebut dengan memecat kader yang tergabung di Presidium Penyelamat Partai Berkarya. Mereka dikeluarkan dari keanggotaan partai pada 8 Juli 2020.
"Memutuskan bulat melakukan pemberhentian sebagai pengurus DPP Partai Berkarya serta pemberhentian tetap terhadap nama-nama yang melakukan apa yang melakukan namanya Presidium Penyelamat Partai Berkarya," kata Sekjen Partai Berkarya Priyo, ketika itu.
Namun, Badaruddin cs mengabaikan pemecatan itu dan tetap menggelar Munaslub pada 11 Juli 2020.
Munaslub Berkarya berlangsung cukup panas. Perhelatan tersebut bahkan sempat dibubarkan oleh Tommy dan Priyo dengan mendatangi lokasi penyelenggaraan Munaslub . Namun, Munaslub jalan terus dan berhasil menetapkan Muchdi Pr dan Badaruddin sebagai pasangan Ketua Umum dan Sekjen Partai Berkarya periode 2020-2025.
Merespons penetapan itu, Ketua DPP Berkarya Vasco Rusemy menyatakan pihak-pihak penyelenggara Munaslub sudah tidak berhak mengatasnamakan diri sebagai kader Partai Berkarya karena sudah dipecat.
Menurutnya, Munaslub Partai Berkarya tidak pernah ada dan Munaslub yang digelar kubu Muchdi-Badaruddin adalah acara ilegal.
"Kalau mau buat Munaslub itu ada mekanismenya dan ada aturannya. Di Partai Berkarya kami memiliki AD/ART yang mengatur segala sesuatu tentang aturan organisasi dan lain-lain, Jadi untuk membuat kegiatan yang mengatasnamakan partai, ya bukan seenaknya gitu saja, pesertanya siapa, penyelenggaranya dan atas dasar apa, itu kan enggak jelas," ujar Vasco kepada CNNIndonesia.com pada 13 Juli 2020.
Ia pun meyakini Kemenkumham tidak akan mengesahkan kepengurusan Berkarya di bahwa kepemimpinan Muchdi Pr dan Badaruddin.
"Sampai saat ini saya yakin Kemenkumham enggak akan menerima apalagi mengesahkan acara [Munaslub] fiktif tersebut. Kalau ternyata memang nantinya Kemenkumham menerima atau bahkan mengesahkan, berarti tandanya memang ada permainan tangan tangan gaib kekuasaan di belakang itu," ungkap Vasco.
Namun, keyakinan Vasco itu tidak terwujud. Badaruddin mengklaim, pihaknya telah mengantongi SK dari Kemenkumham terkait perubahan struktur kepengurusan pimpinan pusat Partai Berkarya periode 2020-2025.
Badaruddin mengklaim sudah tidak ada dualisme dalam kepemimpinan Partai Berkarya. Ia menyatakan kepengurusan baru hasil Munaslub Partai Berkarya telah merangkul semua pihak yang sejalan untuk memperbaiki dan membesarkan partai.
"Hanya ada satu kepemimpinan di bawah komando Muchdi Purwopranjono sebagai Ketua Umum dan Badaruddin Andi Picunang sebagai Sekjen," kata Badaruddin Rabu (5/7).
Badaruddin mengklaim Kemenkumham telah menyampaikan SK tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kantor Berita Negara.
Ia juga menyatakan pengurus DPP Partai Berkarya yang baru telah menyambangi kantor KPU RI pada 4 Agustus 2020 lalu untuk menyerahkan surat tersebut.
(mts/wis)