Ombudsman RI menerima sebanyak 1.346 pengaduan terkait bantuan sosial di tengah masa pandemi virus corona (Covid-19). Aduan terbanyak yang diterima terjadi di bulan Mei dengan jumlah 978.
Selain bantuan sosial, lembaga pengawas pelayanan publik ini juga menerima aduan mengenai ekonomi dan keuangan (176), transportasi (52), pelayanan kesehatan (39) dan keamanan (8).
"Total laporan 1.621. Data sampai dengan 6 Juli 2020," ujar Ketua Ombudsman RI, Amzulian Rifai, Rabu (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 22,12 persen dari aduan bantuan sosial didominasi soal penyaluran yang tidak merata dalam hal waktu dan masyarakat/ wilayah sasaran. Kemudian 21,50 persen mengenai prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan yang dianggap tidak jelas.
Masyarakat dengan kondisi lebih darurat lapar tetapi tidak terdaftar maupun sebaliknya, lanjut dia, juga menjadi pokok aduan dengan persentase 20,74 persen. Kemudian sebesar 18,95 persen mengadu soal terdaftar tetapi tidak menerima bantuan.
Lalu ada aduan berisikan tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang (7,17 persen) dan penerimaan bantuan berulang (3,45 persen).
"Jumlah bantuan yang diterima tidak sesuai jumlah yang ditentukan (3,17 persen) dan lainnya (2,89 persen)," tuturnya.
Amzulian menerangkan pihaknya menemukan ada oknum pejabat daerah yang melakukan intimidasi terhadap pelapor. Dalam kasus ini pelapor dituding sebagai pihak yang berhak mendapat bantuan sosial.
Selain itu, ucap dia, ditemukan juga pejabat yang tidak kooperatif dan tidak membantu masyarakat yang berhak mendapat bantuan tanpa alasan yang jelas.
"Oleh karenanya, perlu pembinaan dan pengawasan lebih lanjut terhadap pelaksanaan pemberian bantuan sosial secara berjenjang mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah di tingkat terendah," ujar dia memberi saran.
Lebih lanjut, ia meminta data penerima bantuan harus menjadi prioritas pertama untuk dilakukan perbaikan sehingga menjamin masyarakat yang berhak menerima menjadi lebih tepat sasaran.
(ryn/wis)