Kapolresta Barelang, Batam, Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro menyatakan pihaknya masih menunggu hasil visum dari tim medis RS Bhayangkara, Polda Kepri, untuk mengetahui penyebab sebenarnya kematian Hendri Alfred Bakary.
Hendri Alfred tewas diduga dianiaya aparat polisi, menurut versi keluarganya. Dia tewas pada 8 Agustus lalu, dua hari setelah ditangkap dan dibawa ke Polresta Barelang, dalam kasus dugaan narkotika.
"Penangkapan sesuai prosedur, tidak akan ada penganiayaan, terkecuali melawan, polisi berhak melakukan upaya paksa," ujarnya kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat Whatsapp, Rabu (12/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purwadi menjelaskan, almarhum Hendri bukan merupakan pelaku yang berdiri sendiri dalam kasus narkotika yang sedang ditangani.
Menurutnya, Hendri merupakan jaringan peredaran narkoba, dan menjadi bagian dari pengembangan kasus narkotika jenis sabu sebanyak 38 kg yang berhasil diamankan Lanal Batam beberapa waktu lalu.
Berdasarkan pemeriksaan sementara terhadap 3 orang saksi yang diamankan bersama Hendri, Purwadi mengatakan terdapat barang bukti sebanyak 106 kg sabu yang masih disimpan Hendri di suatu tempat.
"Hasil riksa, saksi ada sempat melihat barang (sabu) tersebut dan sudah sebagian beredar, sisa sekitar 106 kg tersebut. Barang itu belum ditemukan karena Otong (Hendri) yang simpan. Kita masih cek beberapa lokasi yang mungkin sebagai tempat menyimpan," ujar Purwadi lagi.
Menurut Puwardi, jumlah awal sabu yang dimiliki Hendri sangat banyak, atau lebih dari 106 kg. Barang itu berasal dari Malaysia.
Polisi belum dapat memastikan apakah Hendri terlibat dalam jaringan internasional atau tidak. Kendati demikian, Purwadi menyatakan kasus narkoba merupakan kasus yang tidak dapat ditoleransi.
"Internasional atau tidaknya kita belum bisa pastikan, kalau lihat jumlahnya ada indikasi. Tapi, sampai dimanapun, kalau narkoba kita tidak ada toleransi. Berapa banyak jiwa yang akan hancur kalau 106 kg ini menyebar?," ujarnya.
Keluarga Hendri sendiri mengaku tidak mengetahui motif penangkapan terhadap almarhum. Christie Bakary, sepupu almarhum mengaku dugaan Hendri menyimpan narkoba masih simpang siur.
"Jadi, ada yang cerita bahwa kak Hendri tiba-tiba ditangkap. Ada lagi yang cerita Kak Hendri lagi 'make' terus ketangkap. Itu beritanya sampai sekarang kita masih simpang siur," ujarnya.
Keluarga menduga Hendri meninggal karena dianiaya polisi. Bahkan, kata Christie, saat proses penggeledahan di kediaman Hendri, 7 Agustus 2020, keluarga sudah melihat sejumlah berkas darah di baju Hendri yang sedang menunggu di luar.
Bercak darah itu diketahui istrinya yang baru kembali ke rumah saat sekitar pukul 17.00 WIB saat proses penggeledahan masih berlangsung.
"Ketika polisi masuk, tanpa surat perintah, mereka masuk menggeledah, sementara di rumah hanya ada anaknya umur 13 tahun," ujar dia.
Christie dalam keterangannya juga menuntut permintaan maaf dari Purwadi selaku Kapolresta Balerang. Selain itu dia menuntut pengusutan kasus kematian saudaranya secara tuntas. Keluarga bahkan berencana melaporkan kasus ini ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Mabes Polri hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan terkait kasus kematian Hendri. CNNIndonesia.com telah menghubungi Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono untuk meminta tanggapan tentang dugaan penganiayaan terhadap Hendri, namun belum mendapat respons.
Purwadi sendiri menyatakan bakal melakukan pemeriksaan internal terhadap penyidik yang disebut-sebut telah melakukan penganiayaan terhadap Hendri.
"Pasti. Kita profesional. Kalau ada anggota yang terbukti bersalah akan kita beri sanksi," katanya.
(dek/wis)